Kejaksaan Agung Kantongi Calon Tersangka Kasus Korupsi Asabri
- Instagram ASABRI
VIVA – Tim penyidik Kejaksaan Agung sudah mengantongi tujuh nama yang disebut berpotensi ditetapkan sebagai tersangka sesuai alat bukti yang dikumpulkan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri).
“Ya potensi kan hasil penyidikan alat bukti. Baru potensi, bisa berlanjut bisa tidak,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Ali Mukartono di Kejaksaan Agung, Jakarta pada Rabu, 27 Januari 2021.
Namun, Ali belum bisa menjelaskan identitas yang berpotensi menjadi tersangka kasus dugaan korupsi Asabri. Menurut dia, penyidik menemukan indikasi setelah menangani kasus dugaan korupsi Asabri ini selama kurang lebih dua pekan.
“Nanti dulu, baru diidentifikasi. Masih ditangani penyidik,” ujarnya.
Menurut dia, penyidik juga masih mendalami kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). BPKP menyebut kerugian negara Rp17 triliun, sedangkan BPK menyebut kerugian negara itu mencapai Rp22 triliun.
"Bisa bertambah, tergantung cara menilainya. Kalau dari sisa rentang waktunya, memang BPK meneliti lebih panjang daripada BPKP. Nah, kan kalau misalnya ini (BPKP) meneliti dua tahun, yang satu (BPK) meneliti tiga tahun, pasti angkanya beda dong," jelas dia.
Sebelumnya diberitakan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dugaan perkara tindak korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri periode 2012-2019.
Surat perintah penyidikan Asabri diteken oleh Direktur Penyidikan Febrie Adriansyah atas nama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus sebagaimana Nomor: Print-01/F.2/Fd.2/01/2021 tanggal 14 Januari 2021.
Menurut Leonard, kurun waktu tahun 2012-2019 bahwa Asabri telah melakukan kerja sama dengan beberapa pihak untuk mengatur dan mengendalikan dana investasi dalam investasi pembelian saham sebesar Rp10 triliun.
Yakni, pihak-pihak yang terafiliasi dan investasi penyertaan dana pada produk reksa dana sebesar Rp13 triliun melalui beberapa perusahaan manajemen investasi (MI) yang caranya termasuk menyimpang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Perbuatan tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Leonard.