Dinilai Ancam Demokrasi, Elemen Masyarakat Sipil Somasi Sultan HB X

Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X.
Sumber :
  • VIVA/Cahyo Edi

VIVA –  Peraturan Gubernur (Pergub) Daerah Istimewa Yogyakarta ditandatangani Gubernur DIY, Sri Sultan HB X pada 4 Januari 2021. Pergub DIY Nomor 1 tahun 2021 ini tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka.

Respon Nikita Mirzani Disomasi Heni Segara: Gak Takut, Laporin Gue!

Namun, Pergub ini mendapatkan kecaman dari sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY). Kecaman dan desakan untuk membatalkan Pergub DIY Nomor 1 tahun 2021 ini karena ARDY menilai mengancam kehidupan demokrasi di DIY.

Salah satu elemen dari ARDY, Direktur LBH Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli menyebut pergub yang ditandatangani Sultan HB X ini menjadi kado buruk bagi demokrasi di DIY.

DPR Minta Aparat Antisipasi Potensi Disintegrasi Dalam Pilkada 2024

"Pergub ini menjadi kado pahit awal tahun dari Sultan HB X yang bisa membahayakan kehidupan demokrasi di Yogya di masa depan," kata Yogi, Selasa 18 Januari 2020.

Yogi menyebut atas keluarnya pergub tersebut, ARDY pun mengeluarkan somasi kepada Sultan HB X. ARDY, lanjut Yogi meminta kepada Sultan HB X untuk mencabut pergub tersebut.

Andika Sebut Turunnya Indeks Demokrasi di Jateng Cerminan Masalah Struktural

Dia membeberkan ada beberapa pasal yang dinilai tak sesuai dengan iklim demokrasi. Diantaranya pada Bab III pasal 11 pergub. Yogi menjabarkan dalam pasal itu disebutkan dalam upaya pemantauan penyampaian pendapat di muka umum itu, Pemerintah DIY akan melibatkan aparat kepolisian dan tentara.

"Lewat pergub ini, tentara seolah kembali dibangkitkan agar keluar dari barak, demi mengurusi urusan-urusan sipil," jelas Yogi.

Yogi merinci dalam Bab II Pasal 5, Pemerintah DIY mengatur penyampaian pendapat di muka umum hanya bisa dilaksanakan di ruang terbuka kecuali di kawasan Istana Negara Gedung Agung, Kraton Kasultanan, Ngayogyakarta Hadiningrat, Kraton Kadipaten Pakualaman, Kotagede dan Malioboro dengan radius 500 (lima ratus) meter dari pagar atau titik terluar.

Di Pasal 6, sambung Yogi, ada pembatasan waktu penyampaian pendapat di muka umum itu hanya dalam kurun waktu pukul 06.00 - 18.00 WIB.

Keanehan lainnya dinilai Yogi ada di Pasal 7. Di pasal itu Pemerintah DIY mengatur setiap orang yang menyampaikan pendapat di muka umum juga mematuhi batas maksimal baku tingkat kebisingan penggunaan pengeras suara sebesar 60 dB (enam puluh desibel).

Sementara, Direktur Indonesia Court Monitoring (ICM) Tri Wahyu menyebut pergub ini bertentangan dengan pernyataan yang pernah diucapkan oleh Sultan HB X.

Tri Wahyu menjabarkan dalam peringatan sewindu lahirnya Undang-Undang Keistimewaan Agustus 2020 lalu, Sultan sempat menyatakan bahwa pejabat kini bukanlah pusat kekuasaan.

"Sultan saat itu juga mengatakan sudah saatnya pejabat tidak anti kritik dan membuka diri pada kritik dan masukan masyarakat. Sebenarnya itu pernyataan bagus dari Sultan yang Raja Keraton, namun dengan adanya Pergub ini, hal itu jadi bertentangan dan menjadi kabar buruk," ujar Tri Wahyu.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta Shinta Maharani menyebut larangan mengeluarkan pendapat di depan jantung kekuasaan atau simbol kekuasaan seperti di depan Gedung DPRD DIY, kantor Gubernur, juga Istana Negara Gedung Agung merupakan hak setiap warga negara.

"Hal itu dilindungi konstitusi yakni pasal 28 E ayat 2 UUD 1945," urai Shinta.

Shinta menilai Pergub DIY nomor 1 Tahun 2021 ini memuat aturan-aturan yang anti-demokrasi. Tak hanya itu, Shinta juga menilai Pergub tersebut bertentangan dengan semangat reformasi 1998 karena melibatkan tentara atau militer dalam koordinasi dan pemantauan penyampaian pendapat di muka umum.

ARDY sendiri terdiri dari 27 organisasi masyarakat sipil yang di antaranya adalah LBH Yogyakarta, AJI Yogyakarta, Pusat Studi HAM UII, Walhi Yogyakarta, Jogja Corruption Watch, IDEA Yogyakarta, PPLP KP, Indonesia Court Monitoring (ICM), Serikat Mahasiswa Indonesia Yogyakarta, FPPI Pimkot Yogyakarta, PBHI Yogyakarta, Solidaritas Perempuan Kinasih Yogyakarta, dan Social Movement Institute.

Baca Juga: Faktor Usia, Sultan HB X Tidak Masuk Penerima Vaksin Tahap Pertama
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya