KPK Ingatkan Vaksinasi COVID-19 Rawan Jadi Bisnis seperti KB

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar (tengah), bersama Jubir KPK Ali Fikri
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pintauli Siregar meminta pemerintah segera merumuskan dan menerbitkan payung hukum tentang vaksinasi COVID-19 secara mandiri atau di luar program pemerintah yang cuma-cuma.

Pemerintah Kalimantan Timur Gandeng Malaysia Buat Kendalikan Dengue

Menurut Lili, hingga kini aturan vaksinasi secara mandiri belum ditetapkan oleh Pemerintah, terutama kepada kementerian/lembaga yang ditugaskan untuk mengadakan vaksin mandiri atau komersial.

"Dan permasalahan operasional lainnya adalah, peta jalan atau strategi pelaksanaan vaksinasi itu belum ditetapkan, dan belum ada payung hukum bagi kementerian/lembaga yang ditugaskan untuk mengadakan vaksin mandiri atau komersial," kata Lili dalam forum diskusi secara virtual, Kamis, 14 Januari 2021.

BPOM Targetkan WHO Maturity Level 4 untuk Tingkatkan Kualitas Pengawasan Kesehatan Masyarakat

Baca: Apa Perbedaan Vaksin China Sinovac dan Sinopharm serta Merek Lain?

KPK menyarankan Pemerintah segera membentuk instrumen vaksinasi secara mandiri supaya perusahaan itu tidak mematok harga semaunya untuk pelaksanaan vaksinasi.

Kini Hadir Cara Mudah Pantau Kesehatan Anak

"Kemudian langkah saran kita adalah menyusun payung hukum bagi kementerian atau lembaga yang ditugaskan untuk mengadakan vaksin mandiri. Itu yang kita sarankan kepada Menteri Kesehatan dan Menteri BUMN untuk bisa dilaksanakan," ujarnya.

Lili juga menyebutkan ada peluang sejumlah perusahaan bidang kesehatan memanfaatkan kebutuhan vaksin di tengah masyarakat yang membutuhkan vaksin. Ia pun menyinggung soal program keluarga berencana (KB) yang akhirnya menjadi ladang bisnis perusahaan untuk masyarakat mampu.

"Seperti contohnya, kalau dulu dibayangkan teman-teman kemarin, ada masanya presiden soal program keluarga berencana (KB). Ada KB kalau mau gratis ke puskesmas, tapi ada orang-orang lebih berpunya dia enggak mau ke Puskesmas, dia beli sendiri," ujarnya.

Dia juga berbicara potensi kerugian negara dalam program pengadaan vaksin COVID-19. Menurutnya, vaksin COVID-19 yang dibeli masih ada kemungkinan untuk gagal uji klinis dan tidak dapat digunakan.

"Karena dari keterangan yang ada bahwa vaksin tersebut dimasukin dalam satu dus itunya, 10 misalnya, dan cooler itu akan dibawa sampai ke tingkat provinsi; kalau keluar dari cooler itu dia maksimal bertahan enam jam; lewat enam jam dia tidak laku, dia tidak bisa digunakan apa pun," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya