Wakil Ketua MPR Soroti Pengurangan Anggaran Bansos Tunai Rp27 Triliun
- DPR
VIVA – Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), mengapresiasi program bansos tunai yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo, yang juga sudah diusulkan oleh banyak pihak. Namun, ia menyayangkan adanya pengurangan anggaran pada 2021.
“Pada dasarnya saya apresiasi peluncuran bansos tunai yang menggantikan bansos sembako, tapi setelah saya cek, kenapa anggarannya berkurang besar sekali hingga Rp27 triliun?” kata HNW kepada wartawan, Rabu 6 Januari 2021.
“Artinya akan banyak penerima bansos 2020 yang belum bangkit ekonominya akibat COVID-19, malah makin banyak lagi yang tidak mendapatkan bantuan tunai dari pemerintah,” ujarnya.
HNW yang juga anggota Komisi VIII DPR RI yang bermitra dengan Kementerian Sosial ini memaparkan, bansos tunai 2021 yang diluncurkan Presiden merupakan kelanjutan dari bansos tunai non-Jabodetabek dan bansos sembako Jabodetabek, sebagai bagian dari program perlindungan sosial.
Baca juga: Emak-emak Berantas Tempat Judi, Polisi Klaim Sudah Sering Razia
Pada 2020, bansos tunai non-Jabodetabek mendapatkan alokasi anggaran Rp32,5 triliun dan bansos sembako Jabodetabek dialokasikan Rp6,5 triliun, sehingga total Rp39 triliun. Namun, pada bansos tunai 2021 sebagai keberlanjutan kedua bansos tersebut, anggarannya dikurangi hingga tinggal Rp12 triliun, sehingga terdapat pemotongan sebesar Rp27 triliun.
Padahal menurutnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sepanjang 2020 setidaknya 5,1 juta orang kehilangan pekerjaan, 24 juta orang mengalami pengurangan jam kerja, dan jumlah penduduk miskin meningkat hingga 27 juta jiwa. Data ini belum memasukkan jumlah penduduk sangat rentan miskin yang telah diselamatkan oleh bansos sebanyak 3,4 juta jiwa, menurut klaim menteri keuangan, atau 8,5 juta menurut perhitungan Bank Dunia.
Selain itu, politikus PKS ini meminta Menteri Sosial, Tri Rismaharini, untuk segera melakukan validasi dan verifikasi data penerima bansos, sehingga bisa disalurkan dengan tepat.
Dia juga mengingatkan agar masalah data yang simpang-siur, masalah pemotongan bansos juga jangan sampai terulang lagi, karena banyak laporan di lapangan ada yang mendatangi rakyat mengatasnamakan pihak tertentu, dan memberlakukan pemotongan sesudah diserahterimakan oleh pemerintah. Modus sejenis itu yang mengakibatkan mantan Mensos Juliari Batubara ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Oleh karena itu, Presiden Jokowi penting untuk tidak cukup hanya menyampaikan jangan ada pemotongan, tapi harus diawasi betul,” paparnya.
Menurut HNW, pengawasan dan pengawalan agar korupsi tidak terulang kembali menjadi sangat penting, agar rakyat korban COVID-19 benar-benar dapat merasakan hadirnya negara.
“Dan supaya terjadi pengawalan dan pengawasan yang komprehensif, rakyat agar berani menolak dan melaporkan bila ada yang lakukan pemotongan dengan dalih apa pun. Kemensos juga harus mempersiapkan mekanisme pelaporan yang mudah diakses oleh publik. Agar anggaran bantuan sosial tunai itu benar-benar membantu rakyat terdampak COVID-19, dan agar korupsi dana bansos tidak terulang lagi,” tuturnya.