Wakil Dekan Unpad Eks HTI Dicopot, Pakar: Ada Logika Nggak Nyambung

Ilustrasi Anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Sumber :
  • VIVA/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Pencopotan seorang dosen bergelar doktor berinisial AAH sebagai wakil dekan oleh Universitas Padjadjaran (Unpad) karena pernah aktif dalam ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menuai perdebatan. Pencopotan ini memunculkan kritik lantaran AAH aktif di HTI sebelum ormas tersebut dibubarkan.

Tanggapan Dosen Unpad terkait Buku Hasil ChatGPT yang Viral di Medsos

Terkait itu, pakar hukum tata negara Margarito Kamis menyampaikan pandangannya. Ia yakin profesor bidang tata negara dan administrasi negara di Unpad paham tentang polemik pencopotan ini.

Margarito pun menyinggung status pembubaran HTI pada 2017 yang kategori sanksi administratif. Namun, praktiknya imbas pembubaran HTI justru yang disasar per orang yang pernah bagian ormas tersebut.

Akademisi Unpad Lakukan Kajian soal Kasus Mardani Maming, Ini Hasilnya

"Pembubaran itu adalah sanksi administratif. Sanksi administratif dalam ilmu hukum itu sanksi yang ditujukan kepada perbuatan. Bukan kepada pelaku, orang. Faktanya sekarang ini wakil dekan di-cancel, pelantikannya itu karena dia diketahui pernah menjadi anggota HTI. itu berarti sanksi ini ditujukan kepada orang," ujar Margarito dalam acara Kabar Petang tvOne yang dikutip VIVA pada Rabu, 6 Januari 2021.

Dia heran dengan penerapan yang dilakukan terhadap AAH. Alasannya, pembubaran HTI seharusnya tak berimbas terhadap kehilangan hak eks anggotanya. Hal ini yang terkesan seperti jadi konsekuensi eks anggota HTI.

Universitas Catania Gandeng Universitas Padjadjaran Dirikan CoEHAR Indonesia

"Konsekuensinya kepada semua orang yang dulu pernah terlibat pada HTI akan kehilangan hak. Di sini ini yang mesti dibikin jelas. Kalau kita mau bicara dalam kerangka bernegara yang sehat. Pada titik ini saya juga mau lihat ada logika enggak nyambung," jelas Margarito.

Photo :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

Pun, ia menyampaikan jabatan wakil dekan hanya administrasi karena tugas tambahan di setiap kampus. Namun, tugas pokok yang bersangkutan tetap sebagai dosen. 

"Kan ini orang cuma jadi pejabat administrasi, wakil dekan itu tugas tambahan di setiap kampus. Tugas pokoknya mengajar. Nah, dia cuma tugas tambahan urusan administrasi. Apa yang dipikirin?" tutur Margarito.

Bagi dia, pencopotan AAH hanya isu untuk sekadar heboh saja. Ia menilai hal ini nanti juga jadi kontroversi logika yang enggak nyambung.

"Kontradiksi logika adalah ini orang tetap jadi dosen, dia tetap ngajar. Apa yang ditakutin dari HTI, pikiran kan," tambahnya.

Sebelumnya, Unpad mencopot seorang dosen bergelar doktor berinisial AAH yang baru dilantik sebagai wakil dekan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK). Diketahui, AAH pernah jadi pengurus HTI, ormas yang dilarang pemerintah.

Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi mengatakan, pencopotan itu tertuang dalam Surat Keputusan Rektor No. 86/UN6.RKT/Kep/HK/2021. AAH sebelumnya dilantik mengisi jabatan wakil dekan Bidang Sumberdaya dan Organisasi.

"Karena Unpad berkomitmen untuk turut serta dalam menjaga keutuhan NKRI berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, maka penggantian tersebut dilaksanakan sesegera mungkin," kata Dandi di Bandung, Jawa Barat, Senin, 4 Januari 2021 dikutip dari Antara.

Selanjutnya, Rektor Unpad mengangkat Dr. Ir. Eddy Afrianto untuk mengisi jabatan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Rektor No. 87/UN6.RKT/Kep/HK/2021. Penggantian dan pelantikan itu dilaksanakan pada Senin, 4 Januari 2021.

Menurut Dandi, AAH disebut sempat menjadi pengurus HTI yang telah dibubarkan pemerintah pada 2017. "Itu sebabnya hal ini sempat luput dari perhatian karena organisasinya sudah bubar sejak beberapa tahun yang lalu," kata dia.

Pemerintah pada 8 Mei 2017 mengumumkan pembubaran HTI sebagai ormas. Pengumuman disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto.

Wiranto menyampaikan sejumlah alasan mengapa HTI perlu dibubarkan. Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif dalam dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.

Kedua, kegiatan yang dilakukan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, asas dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas.

Baca Juga: Kontroversi Pembubaran HTI

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya