Purwakarta Batalkan Rencana Sekolah secara Tatap Muka pada 2021
- VIVA/Adi Suparman
VIVA – Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap muka di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, diputuskan tidak dilaksanakan pada 2021. Keputusan itu diberlakukan mengingat penyebaran COVID-19 masih berbahaya dan berpotensi terjadi lonjakan kasus positif pada lingkungan sekolah.
Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika, menjelaskan, keputusan itu diberlakukan hingga batas waktu yang belum bisa ditentukan.
"Kami melaksanakan rapat dengan satgas dan stakeholder pendidikan. Ada Disdik Purwakarta, KCD Pendidikan Wilayah 4, Kemenag, IDI dan IDAI, TNI serta Polri. Hasil koordinasi ini memutuskan Purwakarta akan menunda KBM tatap muka," ujar Anne dalam keterangan persnya, Rabu, 6 Januari 2021.
Baca: Ganjar Usul GeNose UGM Jadi Alat Uji Resmi COVID-19 di RI
Ada tiga kecamatan yang sebelumnya mengagendakan pemberlakuan kegiatan belajar dan mengajar secara tatap muka di antaranya Kecamatan Sukasari, Maniis, dan Kiarapedes.
"Namun karena perkembangan paparan COVID-19 di Purwakarta hari ini yang masih berstatus oranye atau risiko sedang, dengan berat hati, dan insya Allah keputusan ini terbaik, rencana KBM di tiga kecamatan tersebut kami tunda," ujarnya.
Anne memastikan keputusan itu berdasarkan kajian ilmiah oleh IDI dan IDAI Purwakarta. Kemudian ada masukan dari sejumlah pihak termasuk dari tenaga kesehatan.
Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia dr. Zubairi Djoerban sebelumnya menegaskan bahwa varian baru COVID-19 asal Inggris lebih menular pada anak-anak. Untuk itu, ia mengimbau agar sekolah tatap muka ditunda hingga situasi lebih terkendali.
Dalam acara Hidup Sehat di tvOne, Zubairi menjelaskan bahwa viral load yang lebih tinggi membuat varian baru COVID-19 itu lebih rentan menular. Virus Corona jenis baru itu lebih banyak di saluran napas atas sehingga penularan akan makin mudah.
Para pakar juga menemukan bahwa kelompok anak lebih banyak rentan terhadap penularannya. Meski belum terbukti dapat memicu tingginya tingkat kematian, pencegahan harus dilakukan termasuk menunda pembukaan sekolah.
"Peneliti di Inggris membuktikan lebih banyak anak-anak terinfeksi varian baru dibanding varian lama. Kesimpulannya memang lebih pada anak-anak, walau tidak terlalu signifikan," katanya. (art)