Varian Baru COVID-19 yang Serang Sumbar Mulai Diteliti

Ilustrasi Virus Corona COVID-19
Sumber :
  • pixabay

VIVA – Kepala Laboratorium Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat, Dr. dr. Andani Eka Putra, menyebutkan jika pada pekan kedua bulan ini, pihaknya akan melakukan uji Whole Genome Sequencing (WGS) terhadap sampel SARS-CoV-2 atau varian baru COVID-19 untuk memastikan apakah kasus mutasi virus corona yang diklaim lebih cepat menular itu juga telah sampai di Ranah Minang.

Varian Covid-19 Terbaru Ditemukan di 4 Negara Ini

Pasalnya, menurut Andani, tingkat penyebaran dan penularan pandemi mematikan itu pada bulan Oktober 2020 lebih tinggi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, terutama pada bulan Mei lalu.

Melalui uji WGS ini maka dapat diketahui jenis atau varian apa yang sudah menyebar dengan cepat sejak Oktober lalu. Ada kekhawatiran kasus varian virus corona yang pertama kali ditemukan di Inggris dan telah diidentifikasi ada New York, Amerika Serikat, juga ada di Sumatera Barat.

Dinkes DKI Ungkap Gejala Baru COVID-19 Varian Arcturus: Mata Merah dan Belekan

"Rencana pekan kedua Januari ini kita akan uji WGS. Untuk mengetahui varian dan melihat rantai RNA virus ini, memang hanya melalui metode WGS. Tidak bisa dengan metode tes RT-PCR biasa seperti yang kita lakukan untuk pengambilan sampel spesimen," kata Andani Eka Putra, Selasa, 5 Januari 2021.

Dengan metode WGS juga, kata Andani, bisa diketahui apakah varian ini sama dengan yang di Inggris, Amerika, atau daerah lain di Indonesia. “Kalau kita lihat grafik perkembangan angka temuan, di bulan Oktober itu sangat tinggi, penyebaran atau penularannya sangat cepat. Ini yang harus kita ketahui sedini mungkin," imbuhnya.

3 Gejala COVID-19 Varian Arcturus yang Patut Diwaspadai

Andani menjelaskan, Whole Genome Sequencing merupakan metode atau proses untuk menentukan sekuens DNA lengkap dari genom suatu organisme pada suatu waktu. Metode ini cukup jitu untuk mengetahui varian Coronavirus Disease 2019.

Jika hasilnya sudah diketahui, maka bisa menjadi acuan untuk kebijakan penanganan pandemi ini. Karena, jika ada mutasi, maka berpengaruh terhadap proses percepatan dan penanganan yang dilakukan oleh Pemerintah. Butuh waktu sekitar satu bulan untuk mengetahui hasilnya.

"Untuk WGS nanti, ada 90 sampel yang akan kita uji. Kalau variannya baru atau ada perubahan yang cukup signifikan, maka tentu kebijakan untuk penanganan juga akan berbeda. Ini yang harus kita lakukan," ujarnya.

Menurut Andani, untuk mengatasi virus ini, tidak cukup hanya berdiskusi melalui jejaring sosial atau sebatas webinar. Tapi mesti terjun ke lapangan. Hasilnya nanti bisa menjadi rujukan untuk kebijakan ke depannya.

"WGS ini harus kita lakukan, karena saya tahu betul tingkat penyebarannya. Karena tim kita yang lakukan uji sampel spesimen untuk mengetahui apakah warga Sumbar terinfeksi atau tidak. Kita tidak ingin ada perubahan atau mutasi baru virus ini berkembang di Sumbar," tuturnya.

Lebih lanjut, Andani mengingatkan tingkat penyebaran dan penularan virus ini sangat tinggi. Maka selaku kepala Laboratorium Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, ia terus mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tetap menaati protokol kesehatan yang ketat. 

Karena, dengan disiplin menerapkan prokes, merupakan satu-satunya cara yang ampuh untuk menekan laju penularan.

"Tak henti-henti meski banyak yang sudah abai, kita tetap mengimbau prokes terapkanlah dengan seketat mungkin. Virus ini terus berkembang. Kita tidak ingin hal terburuk terjadi. Semoga pandemi ini ada ujung akhirnya," ucap Andani.

Ingat, saat ini jumlah kasus COVID-19 di Indonesia masih tinggi. Untuk itu jangan lupa tetap patuhi protokol kesehatan dan lakukan 3M: memakai masker, menjaga jarak dan jauhi kerumunan serta mencuci tangan pakai sabun.  

#pakaimasker
#jagajarak
#cucitangan
#satgascovid19
#ingatpesanibu

(ase)

Ilustrasi vaksin COVID-19 untuk lansia.

Viral Pernyataan dr Tifa soal Efek Samping Vaksin COVID-19 dengan Autoimun

Ahli epidemiologi sekaligus akademisi dan peneliti dari Lembaga Ahlina Institute, dr Tifauzia Tyassuma kembali menjadi sorotan di media sosial terkait vaksin COVID-19

img_title
VIVA.co.id
25 Juli 2024