Logo DW

Mengenal 'Hantu Baru' yang Bernama Anarko-Sindikalisme

Antara Foto/Basri Marzuki/Reuters
Antara Foto/Basri Marzuki/Reuters
Sumber :
  • dw

Anarkisme dan anarko-sindikalisme sebenarnya bukan barang baru di Indonesia. Soekarno sekali pun, walau tak sepakat secara ideologis, pernah menyebutnya apa yang dilakukan kaum anarkis “dapat menyelamatkan pergaulan hidup manusia.”

Sedangkan anarkisme bagi kaum muda, tadinya diperkenalkan lewat jalur musik, ketika trend musik punk terjadi di Indonesia—terutama Bandung—pada pertengahan 1990-an, karena kaum punk erat dengan filsafat anarkis. Dari sanalah bermula anarksime dan percabangannya mulai dibaca dan dipelajari oleh kalangan muda saat itu, dan berlanjut ke kalangan muda saat ini.

Di Indonesia, anarko-sindikalis dan para pengikutnya mulai menarik perhatian pada peringatan Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2019, ketika dengan represif aparat kepolisian membubarkan aksi kelompok ini, dan secara serampangan menangkapi siapa pun yang dianggap sebagai bagian dari kelompok anarko-sindikalis. Sebagian besar dari mereka bahkan mendapatkan aksi biadab berupa penelanjangan dan penggundulan rambut di depan publik.

Saya pikir, aksi represif aparat kepolisian itu alih-alih membuat para pengikut anarko-sindikalisme jadi takut, malah sebaliknya menimbulkan dendam berkepanjangan. Slogan-slogan antipolisi pun jadi semakin gencar, dan mereka semakin menunjukkan sikap permusuhan kepada polisi.

Kenapa polisi menindas para pengikut anarko-sindikalis?

Saya pikir karena mereka kelompok yang cukup lemah untuk ditindas—jika dibandingkan dengan kelompok buruh umumnya yang juga merayakan May Day. Saya melihat penindasan kepada kelompok anarko-sindikalis adalah sebuah proyek percontohan, bahwa polisi bisa melakukan represi yang sangat kasar jika kaum buruh mulai “mengganggu”.

Karena itu, saya menganggap penting fenomena anti-anarko-sindikalisme, karena hal itu bukan semata peringatan bagi para pengikutnya, tapi itu ancaman secara tak langsung pada kelompok buruh secara keseluruhan, dan juga ancaman bagi kebebasan berpikir dan berbicara, yang pada akhirnya mengancam demokrasi.