ASN Terlibat atau Sekadar Pakai Atribut FPI dan HTI Akan Disanksi
- VIVA/Fajar Sodiq
VIVA – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo menegaskan bahwa aparatur sipil negara (ASN) dilarang untuk menjadi anggota organisasi masyarakat yang telah diputuskan oleh pemerintah sebagai organisasi terlarang.
Semua ASN juga dilarang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan organisasi terlarang itu.
“ASN dilantik dan diambil sumpahnya untuk setia kepada pemerintahan yang sah, Pancasila, dan UUD 1945, sehingga apabila ASN sebagai anggota aktif organisasi yang dilarang itu dilarang secara prinsip,” kata Tjahjo di Jakarta, 1 Januari 2021.
Baca: FPI Batal Gugat Pemerintah ke PTUN ?
Tjahjo menyebutkan bahwa yang termasuk dari organisasi terlarang, di antaranya Partai Komunis Indonesia (PKI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI). Bagi ASN yang terlibat sebagai anggota, mengikuti kegiatan, hingga sekadar menggunakan atribut dari organisasi terlarang tersebut akan dikenakan sanksi.
"Jika dilanggar maka ASN tersebut sudah dipastikan akan dikenakan sanksi, baik sanksi disiplin, sanksi pidana, maupun sanksi lainnya," tegasnya.
Hal itu karena organisasi-organisasi tersebut sudah dilarang, sudah dibekukan, dan tidak boleh membuat kegiatan apa pun. “Indonesia adalah negara hukum. Apa yang menjadi keputusan pemerintah harus diikuti oleh seluruh warga negara, khususnya ASN,” ujar Tjahjo.
Pernyataan Tjahjo merespons Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang mengumumkan FPI sebagai organisasi masyarakat terlarang. Dasar dari pelarangan FPI sebagai organisasi masyarakat tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam.
Tjahjo menyatakan sebelumnya bahwa dia akan menerbitkan surat edaran yang melarang ASN untuk terlibat secara aktif dan tidak boleh menggunakan atribut dari organisasi yang tidak terdaftar di pemerintah, serta organisasi yang telah ditetapkan sebagai organisasi terlarang.
Surat edaran itu akan ditujukan kepada seluruh instansi pemerintah terkait pelarangan dan sistem pengawasan kepada ASN akan diserahkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) masing-masing instansi. Salah satu yang ditegaskan adalah ASN itu terikat dengan keputusan negara dan pemerintah.
Sebagai langkah tegas, Kementerian PANRB bersama Komisi Aparatur Sipil Negara dan Badan Kepegawaian Negara melakukan sidang Badan Pertimbangan Kepegawaian.
"Sidang yang dilakukan secara berkala tersebut memutuskan sanksi bagi ASN yang melanggar kode etik, hingga pidana seperti korupsi, penyalahgunaan narkotika, dan keterlibatan dalam gerakan radikalisme," katanya.
Dengan tegas, Tjahjo mengatakan bahwa ASN tidak boleh terlibat dalam terorisme dan radikalisme, terlibat dalam area rawan korupsi, dan penyalahgunaan obat terlarang. “Jadi kalau memang ada ASN yang diam-diam tertangkap tangan atau ada bukti yang kuat tidak hanya dari PPK tapi dari laporan masyarakat, laporan teman-teman pers, itu bisa diproses dalam sidang Bapek.”
Sanksi bagi ASN yang terlibat beragam, mulai dari sanksi disiplin, turun pangkat, di-nonjob-kan, bahkan dipecat. “ASN harus tegak lurus terhadap apa pun yang sudah menjadi keputusan pemerintah. Tugas ASN adalah bekerja secara produktif untuk melayani masyarakat dengan baik,” katanya.