Edhy Prabowo Diduga Juga Terima Suap Pengiriman Ekspor Benih Lobster
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo diduga tidak hanya menerima suap perizinan ekspor benih lobster, melainkan juga suap dari eksportir untuk proses pengiriman benur ke luar negeri.
Aliran uang dari para eksportir, yang berkaitan dengan perizinan dan proses pengiriman, menjadi materi yang didalami oleh tim penyidik KPK saat memeriksa Edhy sebagai saksi kasus dugaan suap izin ekspor benur, Selasa 29 Desember 2020.
Edhy yang telah menyandang status tersangka kasus itu pun diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka staf khususnya, Andreau Pribadi Misata.
Baca: Jawaban Telak Susi Usai Dituding Hashim Kebijakannya Keliru
"Penyidik mendalami terkait dugaan aliran uang dari berbagai pihak eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih lobster maupun pengirimannya," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri pada Rabu, 30 Desember 2020.
Selain soal aliran suap, penyidik juga mencecar Edhy terkait mekanisme pengurusan izin ekspor benur. "Di samping itu, penyidik juga mendalami soal pengetahuan saksi mengenai mekanisme pengurusan untuk perizinan ekspor benur lobster tersebut," kata Ali.
Dari proses penyidikan sejauh ini, KPK menyita uang sebesar Rp16 miliar untuk kasus suap ekspor benur yang menjerat Edhy. Uang itu kini berada di rekening penampung KPK.
Dalam konstruksi perkara yang dibeberkan KPK diketahui bahwa setiap eksportir hanya dapat mengekspor benih lobster melalui forwarder PT Aero Citra Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo itu, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) yang tergabung dalam ATT Group sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.
Dari tarif Rp1.800 per ekor yang ditetapkan untuk pengiriman benur ke luar negeri dicurigai terdapat fee untuk Edhy Prabowo yang memiliki saham di PT ACK dengan meminjam nama atau nominee Amri dan Ahmad Bahtiar. Kedua nama itu yang kemudian menampung aliran dana dari PT ACK untuk Edhy yang diduga berasal dari para eksportir benur, antara lain dari akumulasi dari Rp1.800 per ekor.
Namun Ali menolak mengungkap berapa jatah Edhy dari pengiriman dengan tarif Rp1.800 per ekor itu. Pun termasuk besaran tarif PLI dalam pengiriman ekspor benur.
KPK berulang kali memastikan bakal mendalami dugaan keterlibatan pihak lain dalam sengkarut dugaan suap ekspor benur ini. Termasuk mendalami dugaan keterlibatan PT PLI. Apalagi, dua petinggi PT PLI, yakni Direktur PT PLI, Deden Deni P dan pengendali PT PLI, Dipo Tjahjo P telah dicegah bepergian ke luar negeri sejak 4 Desember 2020.
Selain keduanya, KPK juga meminta Ditjen Imigrasi Kemenkumham untuk mencegah bepergian ke luar negeri terhadap anggota DPR dari Fraksi Gerindra sekaligus istri Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi, serta Neti Herawati yang merupakan istri dari pengurus PT ACK, Siswadhy yang juga menyandang status tersangka kasus ini.
Empat orang yang dicegah ke luar negeri itu sebelumnya sempat turut diamankan dan menjalani pemeriksaan oleh Satgas KPK. Namun, keempatnya dilepaskan dengan status sebagai saksi. (ren)