Kaleidoskop 2020: Moeldoko Sindir Gatot Nurmantyo hingga Habib Rizieq
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/hp.
VIVA – Rentetan peristiwa di tahun 2020, tak lepas dari politik. Masa pandemi COVID-19 tidak hanya menyedot perhatian pemerintah terhadap aspek kesehatan dan ekonomi. Tapi juga tokoh - tokoh non partai politik yang getol menyerang kebijakan pemerintahan saat ini.
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, seakan menjadi tameng mewakili Istana. Sepanjang tahun ini, VIVA merangkum pernyataan Moeldoko yang kemudian menjadi polemik pro dan kontra dalam menanggapi sejumlah isu di antaranya:
1. Jelang Habib Rizieq Pulang
Moeldoko langsung bereaksi ketika wartawan menanyakan kabar kepulangan Rizieq ke Tanah Air, awal Februari lalu. Menurut dia, kepulangan pemimpin Front Pembela Islam itu tidak sama sekali dihalangi oleh pemerintah. Pernyataan Moeldoko itu juga gamblang disampaikan lewat akun Youtube milik Deddy Corbuzier.
Lewat ucapan Moeldoko dikatakan, tidak ada larangan masuk oleh pihak Imigrasi maupun rumor bakal diperiksa oleh Kejaksaan sepulangnya dari Arab Saudi.
"Pertanyaannya, dicegah oleh pemerintah? Dicek juga enggak ada. Apa enggak berani pulang? Ada dua persoalan atau antara enggak berani pulang atau dicegah. Pulang mah pulang saja kalau berani," kata Moeldoko.
Saat itu, mantan Panglima TNI ini bilang, energi sejumlah kelompok masyarakat sudah habis membahas kepulangan Rizieq.
"Intinya gitu jadi jangan habis energi di situ banyak urusan lain yang harus dipikirkan oleh kami," sambung Moeldoko.
2. Moeldoko vs Gatot
Munculnya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sebagai kelompok oposan pemerintah membetot perhatian Moeldoko. Moeldoko menyebut kelompok tersebut hanya diisi orang - orang dengan berbagai kepentingan. Termasuk juniornya di militer Gatot Nurmantyo, yang juga pernah menjabat Panglima TNI.
Moeldoko mencium gerakan - gerakan KAMI yang diinisasi oleh Gatot Nurmantyo Cs sedang mencoba menganggu stabilitas politik.
"Tapi jangan coba-coba mengganggu stabilitas politik. Kalau bentuknya sudah mengganggu stabilitas politik, semua ada risikonya. Negara punya kalkulasi dalam menempatkan demokrasi dan stabilitas," ujar dia Oktober lalu.
Pernah menduduki jabatan tinggi di militer, Moeldoko sepertinya paham, KAMI sudah membawa kepentingan politik. Pemerintah pun, kata dia, menjamin setiap orang maupun kelompok menyampaikan aspirasi di muka umum.
"Tetapi kalau arahnya memaksakan kepentingan, akan ada perhitungannya," ungkap Moeldoko.
3. Polemik Moeldoko yang Minta Kejujuran Rumah Sakit
Tiba - tiba saja pernyataan Moeldoko mengejutkan banyak pihak. Pasalnya, pernyataan itu terkait banyaknya isu rumah sakit memvonis semua pasien yang meninggal dengan status terinfeksi COVID-19 agar mendapatkan anggaran dari pemerintah. Moeldoko minta kejujuran Rumah Sakit ketika mengabarkan pasien COVID ke publik.
"Jadi semua perlu didefinisikan semua kematian. Agar jangan sampai ini menguntungkan pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dari definisi itu," kata Moeldoko, Oktober lalu.
"Ada orang diperkirakan COVID terus meninggal, padahal hasil tes belum keluar. Setelah hasilnya keluar, ternyata negatif. Ini kan kasihan, ini contoh-contoh agar kita harus bisa diperbaiki," sambung dia.
Pernyataan itu kemudian menimbulkan kecaman dan perbincangan, terutama di kalangan Ikatan Dokter Indonesia.
Hanya saja, Kantor Staf Presiden membantah, kalau Kepala Staf Presiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, pernah menyebut rumah sakit mencari untung dengan menetapkan status COVID-19 terhadap pasien yang meninggal. Apalagi mencari untung dengan menetapkan pasien sebagai suspek Corona.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Dany Amrul Ichdan mengatakan itu, dalam diskusi Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Senin 5 Oktober 2020.
"Tidak ada maksud Pak Moeldoko untuk menuduh katakan rumah sakit mencari untung," kata Dany memberi penjelasan.
Dany mengatakan, pihaknya memahami ada pasien yang meninggal karena COVID-19 dan ada juga karena menjadi penyebab. KSP, kata Dany, memahami bahwa rumah sakit sudah bekerja dengan baik. Buktinya, angka kesembuhan yang ada saat ini hingga di atas 70 persen.
Menurut Dany, yang disinggung Moeldoko adalah pasien yang probable COVID-19 itu harus disampaikan dengan jelas. Dia memahami, di rumah sakit memiliki manajemen yang ketat, hingga ke pengajuan klaim. Maka pengajuan itu nantinya juga akan diverifikasi lagi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Kami yakin semua proses sudah berjalan dengan baik sesuai kode etik dan juga manajemen rumah sakit. Pengajuan klaim ini juga diverifikasi oleh BPJS. Jadi apabila klaim yang tidak proporsional maka itu tidak dibayarkan," ujar Dany.
4. Moeldoko dan Pemberian Sepeda Lipat
Pemberian sejumlah sepeda lipat dari selebritas Daniel Mananta kepada Presiden Jokowi dibantah. Moeldoko menyebut, sepeda yang awalnya untuk mempromosikan karya anak bangsa itu awalnya disebut untuk RI 1. Hanya saja, Moeldoko menyebut pemberian itu untuk lembaganya.
"Sepeda itu untuk KSP. Bukan untuk Pak Jokowi. Pak Jokowi juga kaget mendengar ini," kata Moeldoko, Oktober lalu.
Kantor Staf Presiden pun berencana 15 sepeda dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Takutnya, hal itu dianggap gratifikasi. Jika sudah melalui aturan dan dilaporkan kemudian mendapat penilaian oleh komisi antikorupsi, rencananya juga sepeda tersebut bakal dibagikan ke masyarakat di daerah.
"Sepeda itu bukan untuk kantor KSP, tidak. Sepeda ini akan diberikan ke anak-anak, ke daerah-daerah, bisa kita lomba-lomba untuk anak muda kita hadiahnya sepeda itu," katanya.
5. Pulangnya Habib Rizieq.
Setelah Februari lalu menjadi perbincangan, akhirnya kepulangan Rizieq ke Indonesia menjadi kenyataan. Setelah menimbulkan banyak pertentangan, muncul kembali syarat Rizieq ingin rekonsiliasi dengan pemerintah.
Moeldoko pun menanggapi. Bagi dia, tidak ada yang perlu direkonsiliasi antara pemerintah dan pemimpin FPI tersebut.
"Menurut saya, apa yang direkonsiliasi dengan Pak Habib Rizieq? Kita tidak ada masalah. Dari awal kita katakan Pak Habib Rizieq mau pulang, ya pulang-pulang saja. Pergi-pergi sendiri, pulang-pulang silakan," kata Moeldoko kepada wartawan di kantornya Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, November lalu.
Sebagai bukti kepulangan Rizieq tidak dihalangi dan pendukungnya tidak dilarang untuk menyambut. Moeldoko juga bingung dengan cap 'kriminalisasi ulama'. Dia juga meminta, kelompok tertentu tidak mengancam pemerintah dengan unjuk kekuatan massa.
“Jadi siapa yang dikriminalisasi? Yang salah. Terus yang salah siapa? Ya gak ngerti, apakah dia ulama apakah dia ini. Tapi jangan terus bahasanya kriminalisasi ulama. Nggak,” tegas Moeldoko.
Dia menyadari, istilah kriminalisasi ulama hanya punya motif menaikkan emosi masyarakat. Semua orang punya kedudukan yang sama di depan hukum. Jika bersalah akan diproses dan bukan sengaja membidik figur - figur tertentu.
"Jangan kembangkan stigma kriminalisasi ulama karena itu sebenarnya mobiliasi emosi untuk kepentingan tertentu, kepentingan politik," ujarnya.
6. Jubir Istana Hanya Moeldoko, Pramono Anung dan Pratikno
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memberi pernyataan tegas. Yakni pejabat yang bisa mengatasnamakan Istana untuk berbicara ke publik mapun media massa, antara lain dirinya sendiri, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, dan Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung.
"Kita sepakati dulu bahwa kalau mengatasnamakan Istana itu representasinya kalau di staf presiden, satu Mensesneg, kedua Menseskab, lalu KSP. Jadi kalau tenaga ahli KSP berbicara atas nama Kantor KSP, bukan atas nama Istana," kata Moeldoko, belum lama ini.
Pernyataan Moeldoko ini bukan tanpa alasan. Sebab banyak media mengutip staf ahli ataupun tenaga ahli yang berada di bawah lembaganya seakan mewakili Istana maupun Presiden Jokowi. Termasuk Juru Bicara, Fadjroel Rachman yang belakang kerap memunculkan kontroversi di masyarakat. Namun untuk Juru Bicara, ia tak mau berbicara lebih jauh karena bukan di bawah langsung komandonya.
"Ini sering kadang-kadang media semua orang yang berbicara di KSP itu Istana. Jadi itu. Alasannya adalah mereka-mereka ini yang berbicara adalah atas nama Kantor Kepala Staf Presiden di bawah kendali saya. Jadi kalau ada salah, saya yang bertanggung jawab, bukan presiden. Itu harus clear dulu biar nggak simpang siur," kata Moeldoko
7. Bertemu Keluarga Korban HAM Masa Lalu
Moeldoko diketahui menginisasi pertemuan dengan sejumlah keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu. Salah satunya Paian Siahaan, Ayah dari aktivis 98 Ucok Siahaan, yang hingga kini tidak diketahui keberadaannya.
Kepada Moeldoko, Paian menyampaikan hingga kini masih berharap kepada Pemerintah agar ada kejelasan terhadap penuntasan kasus putranya. Kepada Moeldoko, Paian meminta, jalur non yudisial sebaiknya ditempuh setelah puluhan tahun berjuang mencari kejelasan. Apa pun yang dilakukan pemerintah setidak-tidaknya adalah bertindak untuk menuntaskan kasus pelanggaran kejahatan manusia masa lampau.
"Saya merasa, jalur non yudisial merupakan sesuatu yang kami tunggu setelah 22 tahun berjuang, untuk melengkapi jalur yudisial yang jalannya tersendat," ujarnya.
Sementara itu Moeldoko, kepada Paian dan delapan keluarga korban HAM yang ditemuinya, menyampaikan niat pemerintah membangun komunikasi secara rutin. KSP, kata dia, memiliki program 'KSP Mendengar' yang menerima aduan dari berbagai kalangan.
Kata dia, lembaganya yang punya tugas memonitor program-program presiden dan melakukan komunikasi politik, harus menjadi rumah terakhir bagi pengaduan masyarakat. Dia pun berjanji akan menindaklanjuti harapan keluarga korban sehingga mendapatkan solusi terbaik.
"Karena kalau bukan kami, siapa lagi yang bisa ditemui. Maka harus terus menjaga silaturahmi agar komunikasi tetap berjalan. Pada intinya, pemerintah tetap mendengar persoalan di masyarakat," tutur Moeldoko. (ren)