FPI: Kades hingga Gubernur Tahu Sejarah Pembelian Tanah Markaz Syariah
- VIVA/Foe Peace Simbolon
VIVA – Sengketa tanah PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) dengan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terus bergulir. Pesantren itu dikelola oleh Imam Besar Fron Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Shihab.
Wakil Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Azis Yanuar, menjelaskan somasi yang dikirim PTPN VIII kepada Markaz Syariah FPI di Megamendung adalah error in person. Karena seharusnya, pihak PTPN VIII mengajukan komplain baik pidana maupun perdata kepada pihak yang menjual tanah tersebut.
"Pihak Pesantren (Markaz Syariah) dengan diketahui semua aparat, mulai Kepala Desa hingga Gubernur membeli tanah tersebut dari pihak lain yang mengaku dan menerangkan tanah tersebut miliknya. Pengakuan tersebut dibenarkan oleh pejabat yang terkait yang mengetahui dan memproses administrasi peralihan atas tanah tersebut," kata Azis pada Senin, 28 Desember 2020.
Baca juga:Â Sambut 2021, Dirut Pertamina Beberkan Strategi Tekan Impor Migas
Maka dari itu, Azis mengatakan bahwa secara hukum jika dilihat dari aspek hukum perdata dan hukum acara perdata, PTPN VIII keliru dan tidak memiliki alasan hukum untuk meminta pihak Habib Rizieq Shihab supaya mengosongkan lahan tersebut.Â
Kecuali ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang memutuskan bahwa kedudukan pihak pesantren atau HRS sebagai pembeli beritikad baik dibatalkan.
"Jadi, dengan kata lain somasi tersebut prematur dan salah pihak," ujarnya.
Menurut dia, lahan yang saat ini ditempati, digarap dan telah dibangun di atasnya bangunan Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah oleh Habib Rizieq telah dibeli dari para petani yang menguasai dan mengelola lahan secara fisik serta dari para pemilik sebelumnya.
"Bahwa atas lahan tersebut, sebelumnya adalah merupakan lahan kosong atau tanah terlantar yang dikuasai secara fisik, dan dikelola oleh banyak masyarakat lebih dari 25 tahun lamanya," tambahnya.Â
"Sehingga, klien kami berkeyakinan atas lahan tersebut secara hukum memang benar milik para penggarap. Klien kami bersedia untuk membeli lahan-lahan tersebut dari para pemilik atas lahan," ungkapnya.
Bahkan, kata Azis, atas bukti-bukti jual beli antara Habib Rizieq dengan pengelola dan pemilik juga sudah sangat lengkap hingga diketahui oleh perangkat Desa, baik RT, RW setempat. Kemudian, surat tersebut telah ditembuskan kepada Bupati Kabupaten Bogor dan Gubernur Jawa Barat.
Menurut dia, hal ini telah sesuai kaidah-kaidah hukum pembeli dilindungi itikad baik sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung telah menegaskan hal ini dalam Putusan MARI No. 251K/Sip/1958 tanggal 26 Desember 1958. Yang berbunyi pembeli yang telah bertindak dengan itikad baik harus dilindungi dan jual beli yang bersangkutan haruslah dianggap sah.
"Sehingga, legal standing klien kami dalam menempati dan mengusahakan atas lahan tersebut tidak dengan cara melawan hukum," tegasnya. (ren)