Kerumunan di Bandara Soetta, Ombudsman: Server Kemenkes Down

Suasana pemeriksaan keterangan rapid test di Bandara Soekarno-Hatta.
Sumber :
  • VIVA/Sherly (Tangerang)

VIVA – Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Alvin Lie, membeberkan penyebab terjadinya kerumunan akibat antrean panjang, yang terjadi di Bandara Soekarno-Hatta pada 19-20 Desember 2020.

Makassar Memperkuat Perlindungan Sosial bagi Pekerja Rentan, Fokus pada Petani dan Nelayan

Alvin mengatakan, hal itu karena sistem pada server Kementerian Kesehatan mengalami gangguan, sehingga akses terhadap data Kartu Kewaspadaan Kesehatan elektronik penumpang atau Health Alert Card (e-HAC) tidak bisa digunakan.

"Jadi (antrean dan kerumunan) yang terjadi pada tanggal 19-20 Desember 2020 kemarin, itu karena e-HAC tidak bisa diakses akibat server Kemenkes down," kata Alvin dalam telekonferensi, Senin 21 Desember 2020.

Ombudsman Temukan Maladministrasi Konflik Kepentingan Dalam Kasus Siswi SMAN 8 Medan Tinggal Kelas

Baca juga: Pemerintah Didesak Tegakkan Aturan soal Kapasitas Penumpang

Alvin menjelaskan, gangguan pada server di Kemenkes itu menyebabkan para penumpang kembali diminta mengulang pengisian datanya secara manual, meskipun sebelumnya mereka sudah mengisi data tersebut secara elektronik.

Ombudsman Periksa Kepsek SMAN 8 Medan Terkait Siswi Viral Tinggal Kelas

Dia memastikan, hal itu memang benar-benar terjadi di Bandara Soekarno-Hatta. Karena, dia sendiri yang melakukan pengecekan ke lokasi guna melihat penyebab terjadinya kerumunan tersebut.

"Saya cek sendiri di Bandara Soetta. Jadi itu karena alat pembaca e-HAC-nya tidak bisa nyambung ke server," katanya.

Di sisi lain, Alvin juga mengkritisi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, yang dinilainya kurang siap dalam memberikan pelayanan terkait format pengisian dan pelayanan administratif e-HAC tersebut.

Alvin menegaskan, perlu adanya evaluasi dan upaya pembenahan oleh Kemenkes terkait sistem e-HAC tersebut. Agar, kerumunan akibat antrean panjang semacam itu tidak terjadi lagi, mengingat tingginya risiko penularan COVID-19 pada kondisi semacam itu.

"Karena pada implementasi di lapangan terkait kebijakan perjalanan orang di masa pandemi COVID-19 ini, memang cenderung asal-asalan dan tidak pernah dievaluasi secara serius," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya