YLKI Sebut Pemerintah Limbung Tentukan Libur Akhir Tahun

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Raudhatul Zannah

VIVA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik pemerintah dalam manajemen penanganan pandemi COVID-19. Kebijakan yang diambil dinilai inkonsisten sejak awal virus asal Wuhan itu merebak hingga akhir tahun 2020 ini.

Update! Jadwal Libur Lebaran Anak Sekolah

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, pemerintah limbung dalam penentuan libur. Termasuk dalam penentuan libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2021, yang dinilai mengorbankan konsumen dan sektor usaha.

"Kenapa saya katakan limbung? Karena awal mulanya memang Pak Jokowi mengatakan libur panjang akhir tahun akan dilakukan secara besar-besaran sebagai kompensasi atas tidak adanya libur di musim mudik lebaran kemarin," kata Tulus dalam telekonferensi, Senin 21 Desember 2020.

Pemerintah Resmi Majukan Libur Lebaran Sekolahan Jadi Mulai 21 Maret 2025

Baca juga: Bantahan Gibran Terkait Skandal Bansos: Proyek yang Lebih Gede PLN

Tulus menjelaskan, sebelumnya pemerintah memutuskan bahwa libur mudik di momen Nataru itu berlaku dari tanggal 24 Desember 2020 sampai 3 Januari 2021. Tapi kemudian, setelah para praktisi kesehatan dan pengamat kebijakan publik memohon agar tidak diadakan libur panjang, kemudian pemerintah berubah arah dan memperpendek waktu libur tersebut.

Kasus Pertamax Dioplos Pertalite, YLKI Desak ESDM Buka-bukaan Hasil Inspeksi Kualitas BBM Pertamina

Hal itu membuat sedemikian banyak masyarakat konsumen yang sudah terlanjur membeli tiket angkutan untuk bepergian di momen Nataru kali ini. Mereka harus melakukan refund yang totalnya dikabarkan mencapai angka Rp300 miliar.

"Sehingga sektor swasta tentu kalang kabut untuk me-refund tiket dengan nilai sebesar itu. Apalagi sekarang ada aturan baru (masyarakat yang ingin bepergian) harus tes antigen, PCR, dan sebagainya," ujarnya.

Tulus menilai sampai akhir 2020 ini, pemerintah sama sekali tidak belajar dari buruknya penanganan pandemi COVID-19 yang sempat diabaikan dan dianggap enteng saat awal merebak.

Dia menilai, banyak kebijakan pemerintah terkait penanganan pandemi COVID-19 yang berjalan timpang, dan tidak jelas memprioritaskan aspek ekonomi atau aspek kesehatan.

"Dan akhirnya seperti sekarang, ekonomi kita resesi dan COVID-19 kita juara satu di level Asia," kata Tulus.

Tulus menegaskan bahwa apa yang dikatakannya itu bukanlah omong kosong belaka. Berdasarkan data, sejak empat hari lalu total jumlah kasus konfirmasi positif di Tanah Air sudah menunjukkan angka 600 ribu lebih dengan rasio kematian sebesar 3 persen.

"Rasio kematian kita itu sangat tinggi dan di ASEAN itu di atas rata-rata. Artinya, ada sesuatu yang harus kita pertanyakan dengan tegas terkait dengan politik penanganan pandemi COVID-19 yang sampai saat ini masih up and down. Jadi maunya pemerintah sebenarnya seperti apa?" ujarnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya