Tiap Jam Terjadi 50 Kasus Perceraian di Indonesia
- Pixabay
VIVA - Angka perceraian di Tanah Air cenderung mengalami peningkatan sejak beberapa tahun terakhir. Bahkan, berdasarkan catatan Perkumpulan Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia, angka itu saat ini sebanyak 1.170 kasus per hari, atau sekitar 49 hingga 50 kasus per jamnya.
“Angka perceraian memang setiap tahun meningkat. Saya ingat tiga tahun lalu 800 per hari, terus meningkat sampai periode Februari 2020, sekitar 1.170 kasus per hari, atau kalau dibagi 24 jam maka 49-50 kasus per jam yang diputus cerai,” kata Ketua GiGa Indonesia, Prof. Euis Sunarti, pada awak media di Depok, Jawa Barat, Selasa, 15 Desember 2020.
Dari angka tersebut, sebanyak 70 hingga 80 persen jumlah kasus diajukan oleh kaum hawa atau perempuan.
“Apakah perempuan jadi jauh lebih mandiri atau karena banyak jadi korban, atau punya nilai berbeda inilah yang harus ditelaah lebih jauh,” tuturnya.
Baca juga: Perceraian Marak Saat COVID-19, MUI: Halal tapi Paling Dimurkai Allah
Menurut guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu, masalah pandemi bukan satu-satunya faktor utama tingginya angka perceraian saat ini.
“Apakah meningkat di masa pandemi saya rasa tidak juga. Jika ada satu kasus yang terjadi di daerah pengajuan cerai menumpuk itu lebih karena teknis, yakni jam kerja yang terbatas sehingga pemohon lebih padat,” katanya.
GiGa Indonesia merupakan wadah berhimpunnya para pihak yang peduli dan ingin berpartisipasi dalam pembangunan keluarga. Visinya adalah membangun ketahanan keluarga untuk mencapai keluarga sejahtera dan berkualitas.
“GiGa Indonesia didirikan dengan tujuan mendorong pemerintah dan stakeholder lain pembangun keluarga untuk mengembangkan kebijakan ramah keluarga, meningkatkan perlindungan anggota keluarga serta efektivitas pemberdayaan keluarga (penyuluhan, konseling) pada berbagai tahap,” ujarnya.
Menurut Euis, saat ini laju degradasi terhadap tatanan kehidupan keluarga berkualitas tinggi sekali dibandingkan laju pembangunan keluarga secara reguler. Maka dalam rangka mempercepat pembangunan, koordinasi strategi dan program ketahanan keluarga secara nasional, perlu dibentuk Koalisi Nasional Ketahanan Keluarga Indonesia (KN-KKI).
“Ini sebagai wadah musyawarah yang bersifat independen, untuk menjadi mitra pemerintah. KN-KKI adalah lembaga yang dibentuk mengemban fungsi dan amanat khusus terkait peningkatan efektivitas, pencarian dan penetapan upaya terobosan dan percepatan pembangunan ketahanan keluarga,” katanya.
Selain itu, KN-KKI bekerja untuk menyediakan saran dan rekomendasi terkait peta jalan perencanaan jangka panjang dan menengah, rekomendasi pembinaan, pengawasan, dan pengendalian, dan rekomendasi efektivitas, terobosan, dan percepatan pembangunan ketahanan keluarga.
“KN-KKI akan di-launching pada tanggal 22 Desember 2020, bertepatan dengan peringatan Hari Ibu,” tutur wanita yang juga dipercaya sebagai kepala Pusat Studi Bencana LPPM-IPB dan merupakan pendiri Forum Perguruan Tinggi untuk Pengurangan Risiko Bencana (FPT-PRB).