Riset UI: Siswa Merasa Tak Sedang Studi dalam Belajar Jarak Jauh

Ilustrasi siswa SD sedang melaksanakan kegiatan belajar online di masa pandemi COVID-19.
Sumber :

VIVA – Peneliti Universitas Indonesia (UI) mengungkap sederat fakta menarik di balik proses sekaligus hasil dari pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berlangsung selama masa pandemi COVID-19.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Berdasarkan hasil temuan kualitatif, model konsultatif dengan konten pembelajaran yang bersifat pengalaman, dinilai oleh peserta didik sebagai proses yang tidak diterima sepenuhnya sebagai proses pembelajaran.

“Mereka (peserta didik) merasa tidak seperti sedang menjalani studi. Temuan ini dapat dipahami, mengingat karakter PJJ yang mengharapkan peserta didik sebagai agen pembelajaran aktif,” kata Ketua Tim PJJ UI Devie Rahmawati pada Senin, 14 Desember 2020.

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Baca: Vaksin COVID-19 Sudah Ada, Masih Perlukah Pakai Masker?

Sebelum metode PJJ, para peserta didik terbiasa menerima seluruh pengetahuan dari satu sumber pengetahuan, yaitu para pengajar. Para peserta didik dianggap belum terbiasa dengan model pembelajaran mandiri melalui PJJ.

Jangan Tertipu! Waspada Penipuan Berkedok Lowongan Kerja Remote, Ini Ciri-Cirinya

Dosen yang juga aktif sebagai peneliti di Vokasi UI itu menyebut, penelitian evaluasi PJJ pada pelajar dan mahasiswa di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) itu didukung penuh oleh Tanoto Foundation, dengan metode survei online, Forum Group Discusions (FGD) dan big data selama periode September-November 2020.

Survei online itu berhasil menjaring 2.320 responden yang terdiri atas 1.819 responden peserta didik (siswa dan mahasiswa), 267 responden pengajar (guru dan dosen), serta 234 orangtua.

“Penelitian menghasilkan tiga serial temuan, di mana untuk temuan pertama kami memfokuskan diri pada variabel jenis pengetahuan, persepsi siswa/mahasiswa terhadap kompetensi pengajar, pemenuhan informasi dan gaya belajar (learning style),” kata Devie.

Menurut peneliti PJJ lainnya, Nadia Yovani, studi ini menemukan bahwa jenis pengetahuan yang banyak diperoleh peserta didik selama periode PJJ ialah tacit knowledge, yaitu pengetahuan yang berasal dari pengalaman, dan hanya mampu dipahami oleh orang yang mengalaminya.

“Hal ini sejalan dengan temuan bahwa para pengajar lebih banyak menyampaikan materi dengan model konsultatif,” katanya.

Penelitian ini menemukan bahwa sebagian peserta didik, pengajar dan orangtua, sepakat untuk memilih pembelajaran offline kembali dilakukan selepas pandemi.

“Pengungkapan ini, peneliti analisa bukan karena PJJ adalah metode pembelajaran yang negatif. Namun, dibutuhkan waktu untuk mempersiapkan peserta didik agar terbiasa menjadi pembelajar aktif, yang tidak mengandalkan satu sumber,” kata Nadia. 

Penelitian ini juga mengungkap temuan bahwa tidak semua peserta didik di setiap jenjang pendidikan siap untuk melakukan PJJ. “Mengingat banyak hal positif dari PJJ, di antaranya peserta didik menjadi lebih bebas mengeksplorasi pemenuhan informasi, tidak kaku misalnya,” ujarnya.

Nadia mengungkapkan, pengajar memainkan peran sebagai fasilitator dan motivator bagi peserta didik. Menurut hasil penelitian, para pengajar sudah mampu memainkan peran sebagai pengajar yang sesuai dengan karakter PJJ.

Studi ini mendapati juga bahwa gaya belajar para peserta didik didominasi dengan gaya reflektif 58 persen dan intuitif 52 persen.

Reflektif mengacu kepada gaya belajar yang memikirkan materi dalam-dalam ketimbang mempraktikkannya. Sedangkan gaya intuitif mengacu pada upaya mempelajari konsep.

Kemudian gaya belajar global, yaitu gaya yang mengacu kepada kemampuan untuk mengerti gambaran utuh secara jelas, namun kabur untuk detail materinya, juga memperlihatkan persentase yang tinggi, yaitu sebesar 72 persen. Sementara itu, gaya belajar yang menekankan pada gaya verbal, yaitu berdiskusi dengan sesama peserta didik, juga cukup besar 56 persen. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya