Laskar FPI Tewas, Koalisi Masyarakat Sipil Minta Bentuk Tim Independen

Habib Rizieq Shihab saat tiba di Petamburan
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA –  Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil ikut menyampaikan pernyataannya terkait insiden tewasnya enam anggota Front Pembela Islam (FPI) yang ditembak polisi. Koalisi menilai ada banyak kejanggalan dalam peristiwa tersebut.

Polda Sumbar Periksa 5 Saksi dan Sita 4 Barang Bukti Kasus Polisi Tembak Polisi, Ini Rinciannya

Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil dari LBH Jakarta,  Nelson Nikodemus Simamora menyampaikan peristiwa tersebut mesti diusut karena diduga kuat terdapat pelanggaran hak asasi manusia. Pelanggaran itu mencakup hak atas peradilan yang adil dan hak hidup warga negara. 

Nelson pun merincikan beberapa kejanggalan tersebut. Salah satunya polisi yang sampai membuntuti FPI hanya karena mendengar kabar ada pengerahan massa untuk unjuk rasa. 

Kapolda Sumbar Pastikan Pecat AKP Dadang Penembak Mati Kasat Reskrim Polres Solok Selatan

"Alasan penembakan juga bersifat umum, yaitu karena ada penyerangan dari anggota FPI. Jika memang ada senjata api dari pihak FPI mengapa tidak dilumpuhkan saja?" ujar Nelson dalam pernyataan resmi Koalisi Masyarakat Sipil yang dikutip Selasa, 8 Desember 2020.

Pun, ia menyinggung kejanggalan lain yaitu tak berfungsinya CCTV di lokasi kejadian. Kemudian, terkait  kronologi juga saling bertabrakan antara FPI dan kepolisian. "Tentunya kronologi tersebut tidak bisa ditelan mentah-mentah karena seringkali tidak benar," ujarnya. 

Propam Polri Juga Turun Tangani Kasus Kabag Ops Tembak Kasat Reskrim Polres Solok Selatan

Dia menjelaskan contoh kasus pembunuhan terhadap YBD oleh polisi pada 2011 yang ditangani LBH Jakarta. Saat itu, polisi berkilah YBD melawan petugas sehingga harus ditembak. 

"Belakangan hasil autopsi menunjukkan bahwa tubuh YBD penuh luka penyiksaan karena diseret dan dipukuli oleh polisi dan pada akhirnya anggota kepolisian yang melakukan pembunuhan dihukum penjara tapi sangat ringan," katanya.

Menurut koalisi, penggunaan senjata api oleh kepolisian mestinya upaya terakhir yang sifatnya melumpuhkan. Hal itu hanya dapat dilakukan oleh anggota Polri saat ia tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan atau perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka.

"Koalisi meminta agar dilakukan penyelidikan independen yang serius terhadap penembakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian, peristiwa ini harus diusut secara transparan dan akuntabel," ujar Nelson.

Baca Juga: Punya Bukti Senpi Laskar FPI, Polisi Ancam Pidana Munarman

Kemudian, ia mengingatkan tindakan extrajudicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap orang-orang yang diduga terlibat kejahatan merupakan sebuah pelanggaran HAM. Tindakan itu masuk pelanggaran hukum acara pidana serius. 

"Orang-orang yang diduga terlibat kejahatan memiliki hak untuk ditangkap dan dibawa ke muka persidangan dan mendapatkan peradilan yang adil (fair trial) guna membuktikan bahwa apakah tuduhan yang disampaikan oleh negara adalah benar," tuturnya.

Namun, ada kekhawatiran tindakan brutal tersebut justru tak mendapatkan sanksi. Merujuk selama ini hampir tak ada penegakan hukum sungguh-sungguh terhadap tindakan extrajudicial killing yang diduga kuat oleh aparat.

"Akibatnya kasus-kasus serupa terus berulang. Dalam catatan YLBHI misalnya menemukan sedikitnya 67 orang meninggal sebagai korban tindakan extra-judicial killing pada tahun 2019. Berkaca pada kasus-kasus tahun 2019, mayoritas pelaku adalah aparat kepolisian yaitu 98,5 persen atau 66 kasus dan sisanya  (1 kasus) terindikasi militer," ujarnya.

Terkait itu, dalam pernyataan resminya, Koalisi Masyarakat Sipil meminta penyelidikan yang serius, transparan dan akuntabel terhadap peristiwa penembakan tersebut. 

Pun, koalisi mendesak pemerintah membentuk tim independen melibatkan Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk menyelidiki dengan serius penembakan tersebut.

"Setiap tindakan yang diambil oleh aparat kepolisian haruslah sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan," katanya.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya yang disuarakan Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Fadil Imran mengatakan aparat terpaksa menembak sejumlah anggota FPI yang saat itu sedang mengawal Habib Rizieq. Fadil mengatakan, penembakan dilakukan karena ada upaya penyerangan yang dilakukan para laskar FPI.

Fadil mengatakan anggota FPI yang menyerang petugas adalah laskar khusus. Ada 10 laskar yang menyerang petugas. Dia mengatakan enam anggota laskar tewas ditembak. Pun, empat lainnya melarikan diri.

Fadil mengatakan saat aksinya, pelaku sempat menyerang dengan menggunakan senjata api dan senjata tajam. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya