Amnesty Desak Polisi Transparan dalam Kasus Penembakan 6 Pendukung HRS

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid
Sumber :
  • VIVA/Foe Peace Simbolon

VIVA – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta pihak Kepolisian transparan dalam kasus tewasnya enam simpatisan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab yang terlibat bentrokan dengan aparat di Tol Jakarta-Cikampek (Japek).

FPI Jakarta Resmi Dukung Ridwan Kamil-Suswono di Pilgub Jakarta 2024

“Polisi harus transparan mengungkap kejadian tersebut, terutama menyingkap penyebab terjadinya penembakan terhadap mereka. Jika polisi yang terlibat dalam insiden itu melanggar protokol tentang penggunaan kekuatan dan senjata api, mereka harus diungkap secara terbuka dan diadili sesuai dengan hukum dan hak asasi manusia,” kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Senin, 7 Desember 2020.

Usman meminta aparat menjelaskan, apakah petugas yang terlibat dalam insiden penembakan itu telah secara jelas mengidentifikasi diri mereka sebagai aparat penegak hukum, sebelum melepaskan tembakan dan apakah penggunaan senjata api itu dibenarkan.

Terpopuler: Habib Rizieq Bicara Kasus Suswono dan Ahok, Dirdik Jampidsus Viral Gegara Jam Tangan

“Polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, sebagai upaya terakhir. Itu pun harus merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain. Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing,” ucapnya.

Penggunaan kekuatan, kekerasan, dan senjata api yang melanggar hukum oleh polisi, kata Usman, tidak dibenarkan. Terlebih lagi bila digunakan dalam kasus yang terkait dengan pelanggaran protokol kesehatan, yang seharusnya tidak berakhir dengan kekerasan.

Habib Rizieq Blak-blakan Sebut Kasus Suswono Beda dengan Ahok: Dia Akui Khilaf dan Istighfar

“Komnas HAM harus ikut mengusut. Komisi III DPR RI juga perlu aktif mengawasi dan mengontrol pemerintah dan jajaran kepolisian,” katanya.

Usman menjelaskan, penggunaan kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia diatur lebih lanjut oleh Peraturan Kapolri tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (No. 8/2009).

Peraturan Polisi tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (No. 1/2009) menetapkan bahwa penggunaan senjata api hanya diperbolehkan jika sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa manusia dan penggunaan kekuatan secara umum harus diatur dengan prinsip-prinsip legalitas, kebutuhan, proporsionalitas, kewajaran dan mengutamakan tindakan pencegahan.

Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono, rombongan polisi mengikuti rombongan pengikut pimpinan FPI Habib Muhammad Rizieq Shihab di tol Jakarta-Cikampek, Senin dini hari, 7 Desember 2020. Argo mengatakan, polisi sedang menyelidiki laporan bahwa pengikut Habib Rizieq berencana untuk menggelar demonstrasi selama pemeriksaan Habib Rizieq, yang dijadwalkan oleh polisi, terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan COVID-19.

Argo menuturkan, sekitar pukul 00.30, dua mobil dari rombongan tersebut tiba-tiba menghimpit mobil yang digunakan polisi dan memaksa untuk berhenti. Para pendukung Habib Rizieq yang berada di dalam mobil dituduh menodongkan senjata api dan senjata tajam ke arah petugas. Petugas kemudian melepaskan tembakan yang mengakibatkan sedikitnya enam orang pendukung Habib Rizieq tewas.

FPI juga telah mengeluarkan pernyataan tentang insiden tersebut, mengklaim bahwa konvoi Rizieq dihentikan oleh sekelompok “preman tak dikenal” yang kemudian menembak pengawal Habib Rizieq.

Dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube, pihak FPI membenarkan enam orang anggotanya yang tewas karena tembakan polisi sekaligus meralat pernyataan mereka sebelumnya yang menyebutkan bahwa sebuah mobil yang membawa enam pengawal Habib Rizieq hilang. (ase)

Baca juga: Polda Metro Beberkan Bukti Penyerangan Anggotanya Bukan Rekayasa

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya