KPK Tahan Mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno
- VIVA.co.id/Edwin Firdaus
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap tersangka mantan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno. Hadinoto ditahan dalam kasus tindak pidana korupsi suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
“Setelah dilakukan pemeriksaan, untuk kepentingan penyidikan perkara baik Tindak Pidana Korupsi maupun Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hari ini penyidik KPK melakukan penahanan di Rumah Tahanan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur untuk 20 hari pertama sejak tanggal 4 Desember 2020 sampai dengan 23 Desember 2020,” kata Direktur Penindakan KPK, Karyoto, di kantonya di Jakarta Selatan, Jumat 4 Desember 2020.
Baca juga: KPK Jemput Paksa Mantan Petinggi Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno
Pagi ini, penyidik lembaga antirauah telah melakukan penjemputan secara paksan terhadap Hadinoto di kediamannya kawasan Jakarta Selatan. Sebab, sudah beberapa kali KPK telah mengirimkan surat panggilan sebagai tersangka kepada yang bersangkutan secara layak dan patut menurut hukum, namun tidak dipenuhi.
“Namun tidak hadir tanpa ada konfirmasi sehingga KPK hari ini menjemput paksa tersangka HDS di rumahnya di daerah Jatipadang Jakarta Selatan,” katanya.
Tentunya, berdasarkan bukti permulaan yang cukup, dan KPK juga melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan maka pada tanggal 20 November 2020, dengan menetapkan HDS sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Tersangka HDS diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan diduga melanggar pasal 3 dan atau pasal 4 dan atau pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (ren)