Pengakuan Pencetus Bintang Kejora Soal Sejarah Dalang Papua Merdeka
VIVA – Tokoh pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM), almarhum Nicolaas Jouwe pernah membeberkan fakta yang diyakininya terkait isu Papua Merdeka. Hal itu diungkapkan Jouwe saat memutuskan kembali ke pangkuan ibu pertiwi pada 2010 silam. Tentu menarik untuk kembali mengangkat pengakuan pendiri OPM menyusul kembali hangatnya isu Papua Merdeka.
Ya, pada Januari 2010 silam, langkah penting dilakukan Nicolaas Jouwe dengan kembali ke pangkuan ibu pertiwi setelah puluhan tahun di negeri orang untuk kampanye kemerdekaan Papua. Saat itu, almarhum penggagas bendera Bintang Kejora ini membeberkan catatan sejarah yang telah ia temukan yang akhirnya mendasari keputusannya.
"OPM itu sebenarnya didirikan oleh opsir-opsir (serdadu) Belanda yang menjadi pelatih-pelatih dari Papua Vrijwilligers Korps (Papua Volunteer Corps) dan didirikan orang Belanda pada jam-jam penghabisan Belanda mau serahkan Papua. Mereka dirikan itu supaya Papua berdiri melawan Indonesia," kata Jouwe dalam kesempatan itu.
Saat itu juga, Jouwe mencoba menjelaskan bahwa tokoh dan simpatisan OPM telah salah kaprah dan tak memahami sejarah awal mula isu ini mencuat. Menurutnya banyak orang Papua terutama anak muda yang tidak tahu apa-apa yang bergabung atau menjadi simpatisan OPM.
"Itu adalah orang Papua yang terdiri atas anak-anak muda yang tidak tahu apa-apa. Itu semua hanya omong kosong sebenarnya. Dan mereka hanya meniru apa yang dilakukan di Indonesia dan tempat yang lainnya," kata Jouwe yang meninggal September 2017 lalu.
Nicolaas Jouwe yang akhirnya dikenal sebagai tokoh pro-Indonesia setelah kembali ke tanah air meninggal di usia 94 tahun. Ia lahir pada 24 November 1923 di Jayapura. Selain jadi tokoh sentral di balik berdirinya OPM, ia juga menjadi orang yang diperintahkan Belanda membuat Bendera Kebangsaan Bintang Kejora.
Sejak 1960 hingga 2008, ia tinggal di Belanda dan selama itu dimanfaatkan elemen Separatis di luar negeri untuk meminta Kemerdekaan Papua ke PBB. Nicholas Jouwe awalnya dibawa ke Belanda dengan iming-iming akan diberikan kemerdekaan bagi tanah Papua, namun terakhir ia sadari hanya janji palsu.