Kontras: Penanganan Terorisme Kontroversial dan Tidak Transparan
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritik cara penanganan terorisme oleh aparat selama ini, yang dinilai tidak transparan. Hal itu disebut justru semakin menyebabkan suburnya tindak terorisme.
"Cara-cara penanganan terorisme yang kontroversial, tidak transparan, dan tidak memperhatikan parameter HAM dan aturan hukum yang ada justru akan memicu, menyuburkan atau membuat rantai ekspresi atau tindakan terorisme lainnya," kata Koordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti, Selasa 1 Desember 2020.
Baca juga: Jokowi Kutuk Pembantaian Keluarga dan Pemenggalan Kepala di Sigi
Kontras memahami dilema dan tantangan yang dihadapi penegak hukum dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam memerangi terorisme. Hanya saja cara-cara yang ada sebelumnya diminta untuk dievaluasi.
Peristiwa yang terjadi di Desa Lembantongoa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, juga diminta menjadi titik tolak untuk audit dan evaluasi atas sistem deteksi dini melalui kerja-kerja intelijen selama ini.
Sistem tersebut seharusnya menjadi garda terdepan serta andalan otoritas keamanan dan negara dalam menghadapi tindak pidana terorisme. Kontras juga mendorong evaluasi Operasi Tinombala yang telah berlangsung lama.
"Penting pula dilakukan evaluasi terhadap Operasi Tinombala yang melibatkan TNI-Polri yang telah beroperasi sekitar 5 tahun dan telah diperpanjang sebanyak tiga kali di tahun ini," ujar Fatia.
Kontras menilai strategi dan pendekatan yang lebih preventif dan mitigatif dalam memerangi terorisme harus dikedepankan. Pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme yang sedang dibahas pemerintah saat ini dinilai tidak sepenuhnya tepat.
"Dengan mengedepankan model perang daripada menempatkan penanganan terorisme dalam koridor sistem peradilan pidana, maka negara akan mencampuradukkan organ militer dalam kehidupan sipil, yang berpotensi berakibat pada berbagai pelanggaran HAM dalam jangka panjang," kata Fatia. (ren)