Muhadjir: Patuhi Protokol Kesehatan, Vaksin Bukan Senjata Pamungkas

Muhadjir Effendi, Menko PMK
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengingatkan masyarakat, adanya vaksin COVID-19 bukan berarti kita bisa lengah dan lalai. Vaksin tersebut bukan senjata pamungkas menangkal virus Corona.

Angka Pneumonia Anak Masih Tinggi, Inilah Jadwal Imunisasi Terbaru dari IDAI untuk Vaksin PCV

Dia khawatir, masyarakat menganggap dengan kesiapan vaksin maka protokol kesehatan bisa dilonggarkan, padahal tidak. Dia khawatir, kasus yang semakin tinggi belakangan ini karena ada pemahaman itu.

"Yang penting sekarang menyadarkan kepada masyarakat bahwa yang namanya vaksin itu bukan senjata pamungkas yang betul-betul memungkasi COVID-19 ini," ujar Muhadjir, dalam keterangan persnya yang diterima VIVA, Senin, 30 November 2020.

Bio Farma Raih Kontrak Ekspor Vaksin Rp 1,4 Triliun, Erick Thohir Dorong Produksi

Baca juga: Koordinator RS Wisma Atlet Mayjen Tugas Ingatkan Kebiasaan Selfie

Puncak angka COVID-19 terjadi pada Minggu, 29 November 2020. Di mana tercatat 6,267 kasus positif. Sebelumnya juga mengalami kenaikan.

Vaksin HFMD Sudah Ada, Berapa Efikasinya untuk Cegah HFMD atau Flu Singapura?

Saat ini, pemerintah memang terus mengebut ketersediaan vaksin COVID-19, yang dikembangkan melalui PT Bio Farma yang bekerjasama dengan Sinovac Biotech dari China. Saat ini sudah melalui uji klinis fase 3 dan disebut aman. 

Pemerintah juga mengembangkan vaksin Merah Putih, buatan anak negeri. Saat ini masih melalui proses uji klinis. Meski vaksin-vaksin tersebut nantinya ada, menurut Muhadjir, kepatuhan pada protokol kesehatan tetap harus dilakukan.

"Sebetulnya yang paling penting kembali kepada semula, yaitu disiplin masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan," kata mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.

Gunakan masker, cuci tangan dan hindari kerumunan menurutnya harus menjadi kebiasaan baru. Seperti kerumunan dalam ruangan AC dan dalam waktu yang lama, menurutnya juga berisiko tertular virus. Apalagi dalam keadaan tertutup itu, banyak aktivitas orang berbicara yang menimbulkan droplet.

"Ini menurut saya justru di situ beberapa kasus terjadi adalah klaster kecil dari pertemuan tertutup yang sembrono yang tidak mau mematuhi protokol kesehatan itu," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya