Usamah ke Politikus PDIP: Sebutkan 1 Saja Intoleransi dari Anies
- Twitter @aniesbaswedan
VIVA – Figur Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat viral lantaran unggahan di akun media sosialnya yang tengah membaca buku berjudul 'How Democracies Die'. Unggahan foto Anies ini diartikan punya makna khusus secara politik.
Hal ini jadi pembahasan dalam acara Dua Sisi tvOne dengan tema 'Buku Anies: Cara Matinya Demokrasi'. Hadir sebagai pembicara adalah Dewan Pakar Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Teddy Gusnaidi, Politikus PDIP Gilbert Simanjuntak sebagai kubu yang kontra.
Lalu, dua pembicara lain yang pro yaitu Anggota DPRD DKI Fraksi Nasdem Bestari Barus dan Ketua Tim Relawan Jakarta Maju Bersama, Usamah Abdul.
Salah satu sesi dalam acara itu Teddy Gusnaidi menyampaikan pandangannya bahwa figur Anies memiliki kemampuan untuk memindahkan masalah. Hal ini merujuk saat tekanan begitu kuat terhadap dugaan pidana pelanggaran COVID-19, eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut malah memainkan isu dengan unggahan baca buku tersebut.
"Nah, ini yang dia mainkan gitu. Sudah standar lah semua, sudah tahu. Cuma poin yang saya catat itu, dilihat dia ingin menguburkan bangkai kerusakan demokrasi yang ada di dalam situ," kata Teddy dikutip VIVA pada Senin, 30 November 2020.
Baca Juga: Viral Anies Baca Buku 'How Democracies Die', PKS: Jadi Reminder
Bagi Teddy, cara Anies yang dinilai mau menutupi bangkai tersebut dengan seolah-olah bukan bagian dari pihak tersebut. Maksud bangkai menurut Teddy menyinggung Pilkada DKI 2017 yang dimenangkan Anies karena jualan ayat dan mayat.
Pernyataan Teddy ditanggapi Usamah Abdul dan Bestari Barus. Menurut keduanya, omongan Teddy karena sesat berpikir.
Bestari bahkan menyebut Teddy belum move on menerima Anies terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ia meminta Teddy tak berpikir sesat dengan menyinggung lagi jualan mayat dan ayat.
Dia menegaskan secara konstitusi, Anies adalah Gubernur DKI yang dipilih mayoritas masyarakat Jakarta.
Setelah adu argumen antara Teddy dan Bestari-Usamah, giliran Anggota DPRD DKI Fraksi PDIP Gilbert yang bicara. Ia menyinggung dua esensi norma yang paling mendasar. Pertama, menurutnya toleransi mesti dibangun dengan melihat rival yang sah secara legal.
Pun, kedua menyangkut kesetaraan yang dilanjuti chek and balances. Namun, kata dia, jika isu apartheid dimainkan di pemilu maka saat itu demokrasi sudah dibunuh.
"Demokrasi intinya adalah membangun negara. Pada saat sendi-sendi kebhinekaan tunggal ika ini dirusak oleh isu apartheid pada saat itu lah kita sudah meruntuhkan demokrasi," ujar Gilbert.
Menurut dia, apa yang dilakukan Anies begitu dilantik jadi Gubernur DKI sudah memunculkan musuh. Ia menyoroti ucapan Anies terkait saatnya pemimpin pribumi berkuasa.
"Statement ini sampai kapan pun beliau maju 2024, beliau sudah membuat jebakan sendiri bermain dengan isu apartheid," jelas Gilbert.
Giliran Usamah yang memberikan tanggapan dengan menyentil Teddy dan Gilbert. Pertama, ia menyindir Teddy sebagai ABG yang labil dan alay lantaran melontarkan pernyataan dari mulutnya sendiri tapi tak diakui.
Sama seperti ke Teddy, Usamah pun menyentil Gilbert. Ia menantang Gilbert agar memberikan bukti contoh Anies melakukan intoleransi. Hal ini lantaran Gilbert menyinggung soal toleransi di era Anies.
Menurut Usamah, omongan Gilbert sebagai tuduhan yang tak jelas. Sebab, ia merasa Anies yang sudah memimpin tiga tahun lebih tak pernah memunculkan intoleransi.
"Toleransi mana sampai 3 tahun kepemimpinan pak Anies apa hal intoleransi yang dilakukan pak Anies. Sebutkan satu saja, ada enggak intoleransi," kata Usamah.
Dia menyampaikan di era Anies justru merangkul penganut minoritas seperti Christmas Carol yang kali pertama di Jakarta. Begitupun cara Anies yang izinkan rumah ibadah Hindu Tamil di Jakarta.
"Tidak ada lagi isu pembangunan penolakan rumah ibadah. Sebutin satu saja bagaimana abang mengatakan isu ini sebagai aksi intoleransi. Nggak ada," sebut Usamah.