Pengamat Beri Saran Ini Bagi Penolak UU Cipta Kerja

Buruh demo tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

VIVA – Pakar Kebijakan Publik dan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Cecep Darmawan menilai sangat lumrah dalam negara hukum seperti Indonesia untuk melakukan uji materi suatu Undang-Undang. Seperti halnya pada UU Cipta Kerja.

Mahasiswa Minta Pemerintah Tindak Oknum Tak Netral di Pilkada Sesuai Putusan MK

Menurut dia, bila masyarakat menemukan pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja yang dianggap bermasalah atau bertentangan dengan pasal-pasal dalam UUD 1945, maka sebaiknya masyarakat tersebut mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi.

"Di negara hukum, uji materi adalah hal yang lumrah dilakukan," kata Cecep dalam Webinar bertajuk Menjawab Tantangan Meningkatkan Investasi Berkualitas dan Kesejahteraan Masyarakat dalam UU No. 11 Tahun 2020, pada Jumat 13 November 2020.

Respons Polri soal Putusan MK Terkait Hukuman ke Aparat Tak Netral di Pilkada

Untuk itu, Cecep memberikan beberapa masukan bagi penolak UU Cipta Kerja, seperti jika menolak UU Cipta Kerja secara keseluruhan itu artinya menolak apa yang tertera dalam Pasal 1 UU Cipta Kerja.

Adapun bunyi pasal tersebut yaitu Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional.

Pakar Hukum Soroti Calon Kepala Daerah Sudah Dua Periode Maju di Pilkada 2024

Selain itu, apa yang tertera dalam Pasal 1 itu lah yang dimaksud Cipta Kerja. Cecep menilai itu positif sebagaimana positifnya asas dan tujuan UU Cipta Kerja dalam pasal 2 dan 3.

"Asasnya bagus sekali. Yakni, pemerataan hak, kepastian hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan dan kemandirian," tegasnya. 

Sedangkan, soal asas kepastian hukum, Cecep menyatakan, selama ini, hal itu menjadi masalah yang memang harus dipecahkan. Dia berharap, dengan hadirnya UU Cipta Kerja, persoalan kepastian hukum itu bisa diatasi.

“Regulasi kita overloaded, kadang saling tabrakan, tumpang tindih. Mudah-mudahan dengan Undang-Undang ini ada kepastian hukum,” harap Cecep.

Cecep menilai, jika dilihat dari tujuan UU Cipta Kerja (Pasal 3), penolak UU Cipta Kerja kemungkinan besar tidak akan menolak UU ini dalam konteks tujuan UU Cipta Kerja itu, yang menurutnya bunyi pasal itu sangat positif.

Untuk itu, saran Cecep kepada penolak UU Cipta Kerja, agar memastikan apakah terdapat pasal yang tidak selaras dengan tujuan UU Cipta Kerja itu.

“Kalau nanti bagi yang menolak UU Cipta Kerja ini, misalnya, menemukan pasal-pasal yang bermasalah, maka kembali lagi ke tujuan UU Cipta Kerja (pasal 3) ini, apakah selaras,” kata Cecep.

Selain tujuan dan asas UU Cipta Kerja, yang juga dinilai Cecep positif dari UU Cipta Kerja adalah poin penerapan izin berbasis risiko yang diatur dalam pasal 7-10. “Itu bagus jika nanti konsisten dengan penerapannya,” ujar Cecep.

“Satu, harus memberikan dampak bagi kesejahteraan rakyat seperti diamanatkan para pendiri bangsa. Kedua, harus meningkatkan GNP (Produk Nasional Bruto), pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Kemudian, harus memberikan trickele down effect distribusi dari masyarakat menengah ke masyarakat menengah bawah,” kata Cecep.

Adapun yang keempat, harus mampu menggerakan sektor riil. Kelima, harus mampu memberikan efek domino bagi pajak dan penciptaan lapangan kerja terutama bagi kaum marjinal. Keenam, membenahi regulasi yang berbelit-belit. Ketujuh, menjadi upaya untuk melakukan resource sharing bagi tenaga kerja dan penyerapan SDM.

“Jadi dengan adanya UU Cipta Kerja ini, nanti kalau ada Tenaga Kerja Asing itu dimanfaatkan untuk resource sharing. Tenaga kerja kita belajar dari mereka sehingga kemudian SDM kita yang dipakai,” jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya