Didakwa Terima Suap Djoko Tjandra Rp6 Miliar, Irjen Napoleon: Rekayasa

Irjen Napoleon Bonaparte saat membacakan eksepsi atas dakwaan JPU di Pengadilan
Sumber :
  • Antara

VIVA – Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte keberatan atas dakwaan JPU terkait suap penghapusan status red notice Djoko Tjandra. Napoleon menyebut dakwaan jaksa yang menyebutnya telah menerima suap dari Djoko Tjandra senilai Rp6 miliar terkait penghapusan red notice  merupakan rekayasa palsu.

Kasus TPPO Mahasiswa di Jerman, Polri Ajukan Red Notice ke Interpol

Demikian eksepsi atau nota keberatan yang dibacakan penasihat hukum Irjen Napoleon Bonaparte  di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin 9 November 2020.

"Bahwa perkara pidana yang melibatkan klien kami, Irjen Napoleon Bonaparte, dalam hal penerimaan uang sejumlah SGD 200 ribu dan USD 270 ribu untuk pengurusan penghapusan red notice adalah merupakan rekayasa perkara palsu," kata PH Napoleon, Santrawan Paparang di Pengadilan Tipikor, Senin 9 November 2020. 

Polri Bakal Keluarkan Red Notice 2 Tersangka TPPO Ribuan Mahasiswa ke Jerman

Santrawan berdalih menyatakan demikian bukan tanpa alasan. Menurutnya, kuitansi atau bukti penerimaan uang dari Djoko Tjandra tidak ada hubungannya dengan Napoleon. Jaksa menyebut, uang dari Djoko Tjandra diterima Napoleon melalui Tommy Sumardi.

Menurut Santrawan, bukti soal penerimaan uang terhadap kliennya tak kuat lantaran hanya berdasarkan kesaksian dari satu orang, yakni keterangan dari Tommy Sumardi.

Nawawi Tanya Kasatgas KPK yang Cari Harun Masiku, Dijawab Mohon Waktu Kami Terus Mencari Pak

"Bahwa tidak ada keterangan kesaksian yang termuat di dalam keseluruhan berita acara pemeriksaan (BAP) dari saksi Djoko Soegiarto Tjandra yang menerangkan keterlibatan langsung maupun tidak langsung Irjen Napoleon Bonaparte terhadap penyerahan dan penerimaan uang sebagaimana kuitansi tanda terima," ujarnya. 

Santrawan menerangkan, kuitansi tanda terima uang yang diterima Tommy Sumardi Djoko Tjandra berturut-turut pada 27 April 2020 sebesar SGD 100 ribu, 28 April sebesar SGD 200 ribu, 29 April sebesar USD 100 ribu, 4 Mei 2020 sebesar USD 150 ribu, 12 Mei sebesar USD 100 ribu, dan 22 Mei 2020 sebesar USD 50 ribu.

"Maka seharusnya demi hukum di dalam kuitansi tanda terima uang wajib dicatat maksud penerimaan uang yang diterima Tommy Sumardi dari Djoko Tjandra akan dipergunakan untuk kepentingan apa," kata dia. 

Tim penasihat hukum juga menjelaskan uang USD 20 ribu yang dijadikan barang bukti oleh penuntut umum bukan dari Tommy Sumardi, melainkan dari istri Brigjen Prasetijo Utomo. Uang itu diperuntukkan untuk barang bukti di Propam Polri.

"Bahwasanya uang USD 20 ribu adalah uang milik sah dari istri Brigjen Prasetijo Utomo dalam bentuk mata uang rupiah di mana ketika itu Divisi Propam Polri meminta kepada Brigjen Prasetijo Utomo agar menyiapkan barang bukti uang USD 20 ribu, dan mengingat karena ia Brigjen Prasetijo tak memiliki uang, maka Brigjen Prasetijo menulis sepotong surat kepada istrinya dengan meminta uang sejumlah USD 20 ribu," ujarnya.

Oleh karena itu, Santrawan menilai uang USD20 ribu yang dijadikan barang bukti untuk kasus kliennya cacat hukum. Dia membantah uang itu penerimaan dari Tommy Sumardi, melainkan uang istri Brigjen Prasetijo yang dipinjam oleh Divisi Prompam untuk barang bukti.

"Bahwa dengan demikian, keberadaan barang bukti uang USD 20 ribu yang oleh penyidik Tipikor Bareskrim Polri dijadikan barang bukti dalam berkas perkara klien kami terdakwa Irjen Napoleon adalah melawan hukum, cacat hukum, tidak sah berkekuatan hukum dan batal demi hukum dengan segala akibatnya," imbuhnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya