Komnas HAM Sebut Wadanramil Diduga Terlibat Penembakan Pendeta Yeremia
- tvOne
VIVA – Komnas HAM melakukan investigasi kasus penembakan pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, pada 19 September 2020.
Komisioner Pemantauan atau Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam, menyatakan dari hasil investigasi, terdapat rangkaian peristiwa menjelang kematian pendeta Yeremia Zanambani, penembakan dan kematian Serka Sahlan serta perebutan senjatanya yang mendorong penyisiran dan pencarian terhadap senjata yang dirampas oleh TPNPB/OPM.
“Bahkan sebanyak dua kali, yaitu sekitar pukul 10.00 dan 12.00 WIT warga Hitadipa dikumpulkan dalam pencarian senjata dan mengirim pesan agar senjata segera dikembalikan dalam kurun waktu 2-3 hari,” ujat Anam melalui keterangan tertulis yang dikutip VIVA, Kamis, 5 November 2020.
Dalam pengumpulan massa tersebut, nama pendeta Yeremia Zanambani disebut-sebut beserta lima nama lainnya dan dicap sebagai musuh salah satu anggota Koramil di Distrik Hitadipa.
“Tidak lama, sekitar pukul 13.10 WIT, terjadi penembakan terhadap salah seorang anggota Satgas Apter Koramil di pos Koramil Persiapan Hitadipa atas nama Pratu Dwi Akbar Utomo,” ujarnya.
Pratu Dwi Akbar dinyatakan meninggal dunia pada pukul 16.45 WIT setelah dievakuasi ke RSUD Kabupaten Intan Jaya.
Wakil Danramil Hitadipa, Alpius diduga melakukan operasi penyisiran guna mencari senjata api yang dirampas. Penembakan Pratu Dwi Akbar juga memicu rentetan tembakan hingga sekitar pukul 15.00 WIT.
“Penyisiran saudara, Alpius dan pasukannya juga dilihat oleh warga sekitar, termasuk di antaranya istri korban, Mama Miryam Zoani. Bahkan Alpius disebut menuju kandang babi sekitar waktu penembakan terhadap korban,” ucapnya.
Sekitar pukul 17.50 WIT, korban ditemukan istri korban di dalam kandang babi dengan posisi telungkup dan banyak darah di sekitar tubuh korban.
“Diduga bahwa pelaku adalah saudara Alpius, Wakil Danramil Hitadipa, sebagaimana pengakuan langsung korban sebelum meninggal dunia kepada 2 (dua) orang saksi, dan juga pengakuan saksi-saksi lainnya yang melihat Alpius berada di sekitar TKP pada waktu kejadian dan 3 atau 4 anggota lainnya,” katanya.
Dengan melihat kronologi tersebut, Komnas HAM menyimpulkan peristiwa kematian pendeta Yeremia Zanambani, patut diduga terkait perintah pencarian senjata yang telah dirampas pada peristiwa tanggal 17 dan anggota TPNB /OPM. Pemberi perintah ini patut diduga merupakan pelaku tidak langsung.
Selain itu, terdapat upaya mengalihkan/mengaburkan fakta-fakta peristiwa penembakan di TKP berupa sudut dan arah tembakan yang tidak beraturan yang dibuktikan dengan banyak titik lubang tembakan dengan diameter yang beragam, baik dari luar TKP (sekitar pohon), di bagian luar dan dalam serta bagian atap/seng kandang babi.
“Komnas HAM meyakini bahwa tembakan dilakukan dalam jarak dekat jarak 9-10 meter dari luar kandang,” ujarnya.
Berdasarkan data, fakta dan informasi yang didapat dari hasil investigasi di lapangan Komnas HAM memberikan rekomendasi sebagai berikut: kematian pendeta Yeremia Zanambani harus diungkap sampai aktor yang paling bertanggung jawab dan membawa kasus tersebut pada peradilan koneksitas.
Selain itu, proses hukum tersebut dilakukan dengan profesional, akuntabel, transparan dan dilakukan di Jayapura dan atau tempat yang mudah dijangkau dan aman oleh para saksi dan korban. Serta memberikan perlindungan para saksi dan korban oleh LPSK.
Penting untuk melakukan pendalaman informasi dan keterangan terkait kesaksian Alpius dan seluruh anggota Koramil di Distrik Hitadipa, termasuk struktur komando efektif dalam peristiwa tersebut dan yang melatarbelakangi. Selanjutnya mendalami upaya pengalihan dan atau pengaburan fakta-fakta peristiwa.