Baiat Pengungsi Syiah Sampang jadi Suni: Cari Jalan untuk Pulang
- bbc
Ia mengatakan, selalu merasa gelisah ketika mendengar nama Tajul Muluk, apalagi muncul wacana kepulangan mereka.
"Masih ada [luka lama], masih trauma dan membekas. Tidak akan bisa pulih. Pokoknya ada isu Tajul mau pulang, masyarakat sudah resah semua," kata Syarifin di sebuah kedai kopi.
Ia mengatakan selama delapan tahun Tajul Muluk dan pengikutnya mengungsi, kondisi desa aman, kondusif, dan tidak ada gangguan terkait agama dan keyakinan lain.
Syarifin mengatakan, luka yang masih membekas tajam adalah ketika Tajul melecehkan agama dan mencaci maki ulama - dua pegangan hidup penting warga Madura yang ketika dihina maka tidak ada kata maaf.
"Kalau ada agama dan keyakinan lain di sini, kami tidak suka. Kami tidak mau dicampur dengan yang lain. Harga mati itu," katanya.
Saat ditanya terkait dengan keputusan Tajul Muluk dan pengikutnya kembali ke Suni, Syarifin mempersilahkan.
"Tapi kalau mau pulang ke Karang Gayam tidak boleh karena meresahkan masyarakat, menciptakan permusuhan antar saudara, pasti ramai lagi, kisruh lagi," kata Syarifin yang sempat ditahan polisi usai penyerangan.
Apa tanggapan pengungsi Syiah asal Sampang, Madura?
Putra (nama samaran), terusir dari Sampang pada 2012
Putra menjelaskan, seluruh pengungsi Syiah memiliki komitmen kebangsaan yang sama yaitu ingin pulang kampung, apapun latar belakang dan keyakinannya.
"Kami ingin pulang dari awal meskipun menelan pahit perjalanan delapan tahun hanya untuk pulang," kata Putra kepada BBC News Indonesia.
"Karena itu, kami menganggap pulang kampung sebagai komitmen kebangsaan dan perjuangan atas hak dasar kami untuk hidup di mana pun pilihan kami, apapun keyakinan dan latar belakang kami," ujarnya.
Ia memohon peran ulama di Madura sebagai penengah dan penyejuk antar kedua pihak agar konflik sosial ini dapat diselesaikan dengan saling menghargai perbedaan.
"Saya ingin ulama hadir memberikan pencerahan, toleransi, kesejukan perdamaian atas nama kemanusiaan," tutur Putra