Pengungsi Syiah Sampang Mencari Jalan Pulang
- bbc
Bupati Slamet Junaidi membantah tudingan Putra. Ia menegaskan Pemkab Sampang tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan kembali ke Suni.
"Drama tak berujung dan janji-janji palsu"
Putra mengistilahkan nasib pengungsi Sampang ibarat drama tak berujung dengan iming-iming janji palsu.
Dimulai pada 2011 saat massa membakar di tiga titik, yaitu rumah Tajul Muluk dan keluarganya.
Setelah peristiwa itu, pihak keamanan mengungsikan korban ke kecamatan lalu dipindahkan ke GOR di Sampang selama kurang lebih dua minggu, kata Putra, dengan janji agar lebih mudah menangkap pelaku, "namun itu hanya prank," katanya.
Lalu mereka dipulangkan kembali ke kampung tanpa ada jaminan keamanan yang menyebabkan munculnya kejadian berdarah setahun kemudian.
"Ustad Tajul sedang diproses hukum, pelaku masih bebas. Akhirnya 26 Agustus 2012 meledak, semua rumah dibakar, dan dievakuasi lagi ke GOR dengan fasilitas terbatas selama sembilan bulan," katanya
Kemudian pada 20 Mei 2013 mereka kembali "dipaksa" mengungsi ke rusun di Sidoarjo.
"Mereka berjanji paling lama 1-2 bulan dan akan dipulangkan, itu bualan semua, janji palsu. Sudah delapan tahun kami di sini," katanya.
Satu unit rusun berukuran 5 kali 6 meter dan ada yang ditempati hingga 10 orang.
Pada tahun 2014, mereka ditawari untuk kembali ke Suni sebagai prasyarat untuk dapat pulang kampung, namun tawaran itu ditolak.
"Kini Ustad Tajul dan warga rusun memilih kembali ke Suni. Sayangnya, pilihan itu diambil dalam kondisi tidak normal, di tengah komitmen kebangsaan kami untuk pulang kampung," katanya.
Putra kini mendengar juga rencana pemerintah untuk merelokasi pengungsi ke tempat lain, lalu diberikan pekerjaan mandiri, dan dicabut status pengungsiannya setelah pembaiatan.
"Saya khawatir ketika rencana itu dilakukan maka seolah-olah tidak ada lagi tanggung jawab untuk memulangkan ke kampung halaman," katanya.
Proses penyelesaian konflik Sampang akan menjadi preseden buruk dalam melindungi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia, kata aktivis perdamaian dari AMAN Indonesia Siti Hanifah.
Ketika Tajul Muluk, pemimpin sekitar 350 warga Syiah, mengatakan luka lama telah ia lupakan, di desa asalnya, Karang Gayam, Kabupaten Sampang, Madura, warga mengatakan takut akan "taqiyyah".
Taqiyyah adalah sikap diperbolehkan untuk tidak jujur jika dalam keadaan teraniaya dan membahayakan nyawa .
Tulisan ini adalah bagian pertama terkait langkah pengungsi Syiah pimpinan Tajul Muluk yang "memilih baiat ke Suni dan ingin pulang kampung".
Produksi visual: Anindita Pradana