Mengenalkan La Galigo, Sastra Kuno Asli Indonesia Terpanjang di Dunia
- bbc
Sebuah karya sastra asal Sulawesi Selatan yang ditulis ratusan tahun lalu memuat nilai demokrasi, kesetaraan gender, hingga penghormatan pada kelompok transgender. Sekelompok anak muda tengah berupaya memperkenalkan dan melestarikan karya itu.
Naskah kuno itu adalah La Galigo, yang disebut sebagai karya sastra terpanjang di dunia dan diakui oleh UNESCO sebagai bagian Ingatan Kolektif Dunia tahun 2011 silam.
Baru segelintir dari ratusan ribu bait sastra berbahasa Bugis kuno itu yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia karena keterbatasan biaya dan sumber daya manusia, kata seorang peneliti.
Menurut peneliti tersebut, sebanyak 12 jilid naskah itu tersimpan di Universitas Leiden, Belanda, dan banyak lainnya yang terserak di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat dan Australia, membuat total panjang naskah itu "masih belum bisa diperkirakan".
`Seperti the Lord of the Rings`
Louie Buana, 29, terpukau saat pertama kali membaca ringkasan cerita La Galigo terbitan Universitas Gadjah Mada (UGM) Press di bangku kuliah dulu.
Kata `La Galigo` memang selalu ada di kepalanya sejak ayahnya menjelaskan padanya bahwa tak hanya Jawa dan Bali yang memiliki karya sastra asli. Sulawesi pun punya karya sastra sendiri, yakni La Galigo.
Namun, pemuda asli Makassar itu tak pernah tahu secara spesifik isi cerita itu, sampai dia kemudian membaca ringkasannya.
"Saya baca dan kaget. Wah, ini kok keren banget ya? Ini ceritanya kayak the Lord of the Rings. Ceritanya kalau dibikin jadi film kolosal bisa banget," kata Louie, merujuk kisah fiksi karya penulis Inggris, JRR Tolkien.
"Imajinasinya orang Bugis saat itu gila banget. [Saya] sudah kayak... larut dalam bacaan La Galigo sampai bisa bayangin cerita film fantasi," tambahnya.
Sejak saat itu, Louie mendalami dan meneliti cerita dan tokoh-tokoh dalam La Galigo, yang disebutnya "seakan terlupakan, dormant, dan hibernasi terlalu lama".
Bersama kawannya, Maharani Budi, 30, dan dua temannya yang lain, Louie lalu membentuk `Lontara Project` untuk memperkenalkan La Galigo pada kalangan anak muda.