Alasan Polri Jadikan Pejabat Kejagung Tersangka Kasus Kebakaran
- ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
VIVA – Tim gabungan penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan delapan orang tersangka kasus kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung. Salah satu tersangka merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kejaksaan Agung, inisial NH.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Ferdy Sambo, menjelaskan NH tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana kontrak untuk mengawasi, memeriksa dan menerima hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh penyedia minyak lobi.
“Karena, dust cleaner merek top cleaner yang mengandung solar dan bensin ini ternyata tidak memiliki izin edar. Direktur PT APM inisial R selaku vendor ditetapkan tersangka,” kata Ferdy di Mabes Polri pada Jumat, 23 Oktober 2020.
Baca Juga: Polisi Klaim Rekening Gendut OB Kejagung Tak Terkait Kebakaran
Menurut dia, penyidik telah melalui proses penyidikan untuk menetapkan para tersangka, termasuk NH, mulai memeriksa keterangan saksi, barang bukti yang ditemukan di TKP menjadi petunjuk.
Selanjutnya, kata dia, keterangan ahli juga dimintai oleh penyidik mulai ahli kebakaran. Pun, ahli dari kementerian terkait kebakaran dan lainnya. Akhirnya, disimpulkan bahwa proses pengadaan yang dilakukan dan sudah terjadi kurang lebih dua tahun.
“Ini (NH) ditetapkan sebagai tersangka karena kealpaannya masih menggunakan bahan-bahan yang seharusnya tidak boleh digunakan,” ujarnya.
Maka itu, lanjut Ferdy, pihak kejaksaan yang menandatangani kerja sama itu harusnya mengecek bahan-bahan yang akan digunakan untuk kebersihan lantai gedung Kejaksaan Agung.
“Harusnya dia tidak menggunakan alat pembersih lantai itu menggunakan kandungan fraksi solar,” jelas dia.
Diketahui, tim penyidik gabungan Bareskrim telah menetapkan delapan orang tersangka kasus kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung. Lima dari delapan tersangka itu adalah tukang inisial T, H, S, K dan IS. Kemudian, seorang mandor inisial UAN.
Selain itu, satu orang vendor PT ARM selaku perusahaan produsen cairan pembersih Top Cleaner inisial R, dan satu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) inisial NH.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP dengan ancaman paling lama lima tahun penjara. (ase)