Stafsus Presiden: Pasal 46 di UU Cipta Kerja Seharusnya Memang Dihapus
- VIVAnews/Agus Rahmat
VIVA – Pasal 46 yang terdiri dari empat ayat di UU Cipta Kerja terkait minyak dan gas bumi, dihapus. Sehingga menimbulkan polemik lagi, selain bertambahnya jumlah halaman dari 812 yang diserahkan DPR ke Kementerian Sekretariat Negara menjadi 1.187 halaman.
Staf Khusus Presiden bidang Hukum, Dini Purwono menjelaskan, memang seharusnya Pasal 46 yang mengatur mengenai minerba di UU Cipta Kerja tersebut, tidak seharusnya masuk di naskah final. Karena dalam pembahasan di Panitia Kerja DPR, pasal itu tidak disetujui sehingga otomatis disepakati dihapus.
"Intinya Pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing," ujar Dini, Jumat, 23 Oktober 2020.
Baca juga:Â Pasal 46 Omnibus Law soal Migas Dihapus, Ketua Baleg DPR Klarifikasi
Dalam naskah final UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang diserahkan DPR ke Kementerian Sekretariat Negara, ternyata masih ada tercantum pasal tersebut. Dini mengatakan, hal ini justru baik karena pihak Setneg melakukan pengecekan terlebih dahulu sebelum diserahkan ke Presiden Joko Widodo.
Penghapusan Pasal 46 itu, menurutnya, tidak mengubah substansi dari isi UU Cipta Kerja. "Dalam hal ini penghapusan tersebut sifatnya administratif/typo dan justru membuat substansi menjadi sesuai dengan apa yang sudah disetujui dalam rapat Panja Baleg DPR," katanya.
Pengecekan yang dilakukan Setneg terhadap naskah yang diberikan oleh DPR, menurut Dini cukup baik. Sehingga ditemukan adanya Pasal 46 yang seharusnya sudah tidak ada tersebut. Maka dari itu, karena adanya pasal itu, pihak Setneg mengkomunikasikan dengan DPR.
"Setneg dalam hal ini justru melakukan tugasnya dengan baik. Dalam proses cleansing final sebelum naskah dibawa ke Presiden, Setneg menangkap apa yang seharusnya tidak ada dalam UU Cipta Kerja dan mengkomunikasikan hal tersebut dengan DPR," katanya.
"Penghapusan Pasal 46 tersebut justru menjadikan substansi menjadi sejalan dengan apa yang sudah disepakati dalam rapat panja," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas, mengklarifikasi soal penghapusan pasal 46 tersebut. Menurutnya, memang Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi itu seharusnya dihapus di UU Cipta Kerja.
"Terkait pasal 46 yang koreksi itu, itu benar. Jadi kebetulan Setneg [Sekretariat Negara] yang temukan, jadi itu seharusnya memang dihapus. Karena itu kan terkait dengan tugas BPH Migas. Awalnya itu adalah merupakan ada keinginan pemerintah untuk mengusulkan pengalihan kewenangan BPH migas toll fee dari BPH ke ESDM. Atas dasar itu kami bahas di Panja [Panitia Kerja], tapi diputuskan tidak diterima di Panja," kata Supratman ketika dikonfirmasi awak media, Kamis, 22 Oktober 2020.
"Tetapi dalam naskah yang tertulis itu yang kami kirim ke Setneg ternyata masih tercantum ayat 1-4. Karena tidak ada perubahan, oleh Setneg itu mengklarifikasi ke Baleg. Saya pastikan setelah berkonsultasi semua ke kawan-kawan itu benar, seharusnya tidak ada. Karena seharusnya dihapus, karena kembali ke UU existing, jadi tidak ada di UU Ciptaker," ujar Supratman.Â