Forum Rektor: Omnibus Law Disalahpahami Hanya untuk Investasi Asing

Ketua Forum Rektor Indonesia Arif Satria (kiri) menerima naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja dari Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Istana Merdeka Jakarta pada 19 Oktober 2020.
Sumber :
  • VIVA/Muhammad AR

VIVA – Forum Rektor Indonesia (FRI) bersiap mengkaji Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Demikian ungkap Ketua FRI Arif Satria saat bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta pada 19 Oktober 2020.

Jokowi Hadiri Kampanye Akbar Ahmad Luthfi-Taj Yasin di Grobogan dan Blora

Dalam pertemuan itu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyerahkan salinan naskah UU Cipta Kerja kepada Arif Satria, disaksikan Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan sejumlah rektor delegasi FRI.

FRI, kata Arif, menyampaikan sikap terkait situasi nasional setelah pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja, dan mengapresiasi langkah pemerintah yang telah membuka diri untuk menerima masukan dari berbagai pemangku kepentingan.

Sarapan Bareng Paslon Luthfi-Yasin dan Raffi Ahmad, Jokowi Ngaku Tak Diundang Kampanye di Solo

"Bapak Presiden telah menyampaikan pentingnya UU Cipta Kerja, dan berharap FRI bisa mengkaji dan memberi masukan bila ada pasal-pasal yang memang perlu dicermati dampaknya. Presiden mendengarkan secara serius apa yang menjadi aspirasi FRI. Ini menunjukkan sikap terbuka dari Bapak Presiden," ujar Arif, yang juga Rektor IPB University, pada Rabu, 21 Oktober 2020.

Baca: Demo Simpatik Tolak Omibus Law Kolaborasi Mahasiswa dan Buruh

Sarapan Bareng Ahmad Luthfi, Jokowi: Calon Pemimpin Harus Mampu Yakinkan Rakyat

Menurut Arif, Presiden menekankan bahwa Omnibus Law Cipta Kerja juga diperlukan untuk memperlancar investasi UMKM dan koperasi. "Namun UU ini sering disalahpahami seolah-olah hanya untuk investasi asing."

Dialog ini juga membahas keruwetan investasi di Indonesia. Berdasarkan laporan Global Business Complexity Index Rankings 2020, Indonesia berada di posisi pertama. Artinya, Indonesia dianggap tempat paling sulit untuk investasi dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Brasil, China, dan Malaysia.

"Nah, UU Cipta Kerja ini diharapkan bisa mengatasi masalah ini," katanya.

FRI memahami bahwa investasi diperlukan untuk memperluas lapangan kerja dan karena itu memang diperlukan terobosan hukum yang memberikan iklim lebih kondusif. Namun, FRI juga memandang perlunya penyempurnaan sosialisasi dan manajemen komunikasi sehingga maksud baik pemerintah dapat dipahami publik.

"FRI juga berharap berbagai perbedaan pendapat hendaknya disampaikan melalui jalur-jalur yang konstitusional. Adapun soal substansi isi UU Cipta Kerja, FRI akan memberikan catatan setelah kajian selesai.

Dalam waktu dekat FRI akan melakukan serial FGD yang melibatkan para pemangku kepentingan untuk membahas UU Cipta Kerja tersebut dan hasilnya akan menjadi bahan masukan FRI kepada Pemerintah dan DPR RI," lanjut Ketua Forum Rektor itu. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya