Catatan Kritis PKS di Satu Tahun Jokowi-Maruf

Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Mardani Ali Sera
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mardani Ali Sera

VIVA - Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, memberi catatan kritis satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Salah satu catatan adalah di bidang penegakan hukum.

Jokowi Ajak 2 Cucunya Nonton Laga Timnas Indonesia Vs Filipina di Manahan

“Dapat dilihat pada kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai Kejaksaan Agung dalam menangani kasus Djoko Tjandra,” tulis Mardani dalam akun twitter @MardaniAliSera yang dikutip VIVA, Rabu, 21 Oktober 2020.

Baca juga: Rizal Ramli: Tahun ke-6 Pemerintahan Jokowi, Indikator Ekonomi Merosot

Penjelasan OIKN soal Heboh Aguan Investasi di IKN Demi Selamatkan Jokowi

Anggota DPR ini melihat peran KPK lebih sibuk dengan naiknya gaji pimpinan dan rencana pemberian mobil dinas yang sebenarnya bertentangan dengan konsep single salary.

“Lalu penanganan kasus Djoko Tjandra yang belum membongkar semuanya kian menunjukkan kondisi penegakan hukum yang masih jauh dari harapan,” ujarnya.

Jokowi Tanpa Partai dan Diisukan Gabung Golkar, Bahlil: Kami Selalu Terbuka kepada Siapa Saja

Selain itu menurutnya kebebasan berekspresi juga menjadi catatan buruk satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Kontras mencatat setidaknya ada 157 kasus selama satu tahun ini. Sejumlah aktivis ditangkap atas tuduhan melanggar UU ITE, UU yang kerap menjadi dasar penangkapan.

“Seharusnya dudukkan proporsinya sesuai dengan hak dasar kebebasan menyampaikan pendapat dan hal berserikat,” katanya.

Belum lagi skandal UU Omnibus law Cipta Kerja yang memicu reaksi publik hingga hari ini. Terlihat jelas tidak terinternalisasi nilai nilai demokrasi dalam tata kelola pemerintahan dalam proses legislasi yang seharusnya menjadi wadah penampung aspirasi publik.

“Pembahasan yang dipaksakan di tengah keterbatasan kita dalam menghadapi pandemi COVID-19. Pembahasan selama pandemi membuat terbatasnya partisipasi masyarakat dalam memberi masukan, koreksi, maupun penyempurnaan UU tersebut, bahkan cenderung tertutup minim transparansi,” katanya.

Selain itu, menurutnya, penanganan pandemi COVID-19 oleh pemerintah menjadi sorotan. Yang diawali dengan polemik kewenangan penetapan lock down antara pemerintah pusat dan daerah.

“Ketidakselarasan ini berdamapak pada proses pembagian bansos sampai menimbulkan kesimpangsiuran data masyarakat yang berhak menerima,” katanya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya