Proses Pembuatan Vaksin Berjenjang demi Jaga Kemanjuran
VIVA – Pembuatan vaksin itu berjenjang, berlapis, dan bertingkat “Jangan dibayangkan obat-obat dicampur di mangkok [terus jadi]. Mulai dari ditumbuhkan virus/bakterinya, kita ada panen, kita formulasi, dicuci sampai jutaan kali, sampai hasil akhir jadi vaksin. Prosesnya rumit dan tidak main-main sehingga kualitasnya terjaga,” kata dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc, Sp.PD, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Vaksinolog dalam forum dialog ‘Lindungi Diri Saat Pandemi’ yang diselenggarakan di Media Center Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Sabtu (17/10/2020)
Prinsip imunisasi atau vaksin,untuk memberikan kekebalan pada tubuh tanpa harus sakit dahulu. Artinya, vaksin merangsang tubuh supaya memiliki kekebalan tubuh tanpa harus sakit dahulu. “Kalau bicara soal vaksin, gimana cara membuat vaksin, membuat vaksin amat sangat sulit karena vaksin diberikan kepada orang sehat, vaksin itu bukan obat. Vaksin diberikan untuk pencegahan,” tambahnya. Menurutnya, proses pembuatan vaksin sangat panjang yang dimulai dari saat para peneliti menetapkan ingin membuat vaksin A misalnya. Setelah itu, vaksin masih harus diuji ke hewan percobaan untuk memastikan keamanan dan efektifitasnya.“Kalau sudah terbukti efektif dan aman, baru diuji manusia, disebut uji klinis fase I, II, dan III. Nanti sekalipun sudah ada izin edar, tetap di-monitoring pada fase keempat,” tekannya.
Proses yang sangat panjang ini dinilainya untuk memastikan bahwa vaksin yang diproduksi harus aman karena tidak ada tawar menawar dalam hal keamanan. Bahkan saat sudah mendapat izin edar, keamanan vaksin terus diawasi oleh berbagai lembaga. Di Indonesia ada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selaku pengawas, lalu ada Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat, dan ada World Health Organization (WHO).
Dalam kasus luar biasa seperti pandemi COVID-19, industri kesehatan mempercepat proses penemuan vaksin, tetapi tentu saja tidak meninggalkan prinsip kehati-hatian dan keamanan. Soal efek samping, ia menyebutkan semua produk medis memiliki efek samping. “Jangankan obat, kalau makan nasi kebanyakan bisa diabetes, minum air kebanyakan mengganggu fungsi ginjal. Efek samping vaksin 95% sifatnya ringan dan lokal. Paling sering nyeri di bekas suntikan,” katanya. Gejala sistemik seperti demam misalnya, diakuinya sangat kecil jumlahnya. Menurutnya, demam karena vaksinasi sangat wajar karena itu merupakan pertanda bahwa vaksinnya bekerja dan sistem imunitas terstimulasi.