MA Kenakan Sanksi Disipliner kepada 52 Hakim atas Pelanggaran Etik
- bbc
"Misalnya kalau dia punya keinginan untuk menjadi hakim di Kelas IA khusus, kalau track record-nya itu kurang bagus, itu yakin Mahkamah Agung tidak akan mempromosikan dia ke hakim Kelas IA khusus. Jadi, sanksi bagi hakim, itu sesuatu yang tabu. Sesuatu yang tidak diinginkan. Jadi, jangankan sanksi berat, sanksi ringan aja itu sesuatu yang pengen dihindari oleh para hakim," tambahnya.
Sementara, direktur eksekutif Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Dio Ashar Wicaksana, mengatakan masalah yang sesungguhnya harus menjadi perhatian bukan saja penindakan dan pemberian sanksi, namun pencegahan dan perbaikan sistem.
Dia mengatakan pelanggaran etik oleh hakim yang terus menurus terjadi adalah indikasi bahwa sistem tersebut tidak berjalan.
"Kita melihat kan kalau pelanggaran hakim itu sering dilakukan. Nah, itu kan sudah mejadi suatu hal rutinitas yang terjadi. Dan itu sebenarnya yang harus dibenahi adalah system. Karena itu saya berpandangan, tidak hanya dalam hal penindakannya, tetapi bagaimana membuat fungsi pencegahannya," ujar Dio via telpon, (19/10).
"Untuk menentukan fungsi pencegahannya seperti apa, kita harus tahu bentuk-bentuk pelanggarannya seperti apa. Nah, hal itu yang sebenarnya yang perlu ditelusuri adalah apa bentuk-bentuk pelanggarannya dan dibuat suatu database dan disitu yang nanti jadi acuan dari KY ataupun Mahkamah Agung, apa rekomendasi untuk perbaikan hakim," tambahnya.
Dio mengatakan publikasi hukuman disiplin oleh MA hanya memperlihatkan aturan kode etik yang dilanggar seorang hakim, dimana sifatnya abstrak. Ia berpendapat bahwa pelanggaran-pelanggaran harus ditelusuri secara detil demi mengidentifikasikan akar permasalahan untuk diklasifikasi.
"Ditelusuri, apa sih akar permasahalannya. Dan itu harus di-connect dengan bagaimana penyusunan kebijakan preventive ataupun perbaikan kedepannya," kata Dio.