Komnas PA Minta Tak Libatkan Anak dalam Kegiatan Politik
- VIVA/Zahrul Darmawan
VIVA – Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyerukan dan meminta semua elemen masyarakat, apapun latar belakangnya, agar tidak melibatkan anak-anak dalam demo menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, yang disahkan DPR 5 Oktober 2020.
Pasalnya, sepanjang aksi menolak UU Cipta Kerja, ditemukan fakta bahwa ribuan anak yang tidak mempunyai kepentingan ikut dalam demonstrasi menolak UU RI Cipta Kerja di berbagai daerah.
Di DKI Jakarta misalnya, ditemukan fakta aparat keamanan mengamankan ratusan pendemo berstatus pelajar dari berbagai titik seperti di depan Istana, Harmoni, Pasar Senen, Jembatan Layang Pasar Rebo, dan Bundaran HI. Pelajar tersebut disinyalir didatangkan dari berbagai daerah untuk saling lempar dengan aparat keamanan untuk menciptakan situasi memanas dan gaduh.
Demikian juga di Medan, Sumatera Utara, ditemukan ratusan pelajar di tengah-tengah demonstrasi menolak UU Cipta Kerja yang dianggap merugikan masyarakat buruh di Indonesia bentrok dengan aparat keamanan. Begitu juga di Makassar, Bandung dan Pontianak. Mereka terlibat dalam demonstrasi yang dilakukan elemen masyarakat buruh, mahasiswa serta aktivis pro demokrasi. Hal yang sama juga ditemukan di Bandung, Pematangsiantar, Jawa Timur dan Batam.
“Yang memprihatinkan anak-anak berstatus pelajar tersebut disinyalir didatangkan dari berbagai daerah untuk saling lempar dengan aparat keamanan dalam aksi demonstrasi untuk menciptakan situasi memanas dan gaduh,” ujar Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, dalam keterangan tertulisnya kepada VIVA, Rabu, 14 Oktober 2020.
Baca juga: Demo Omnibus Law, Pelajar Paling Banyak Diamankan Polisi
Arist menjelaskan, banyak anak-anak yang diamankan aparat kepolisian sebelum sampai pada arena demonstrasi mengaku, mereka dikerahkan melalui sistem pesan berantai menggunakan media sosial. Mereka juga tidak tahu apa yang diperjuangkan.
"Kami hanya diperintahkan berkumpul di satu tempat lalu disediakan kendaraan dan ada juga yang harus berjuang menumpang truk secara berantai," kata Arist mengutip pengakuan seorang anak yang diamankan di Polda Metro Jaya.
Dari fakta-fakta tersebut sangat jelas bahwa anak secara sistemik sengaja diorganisir secara terukur dilibatkan atau dieksploitasi secara politik untuk kepentingan dan tujuan kelompok tertentu. “Sudah tidak terbantahkan lagi bahwa anak-anak sengaja dihadirkan dalam aksi demonstrasi untuk menolak UU Cipta Kerja untuk tujuan dan kepentingan kelompok tertentu," katanya.
Arist meminta semua pihak tidak melibatkan anak dalam kegiatan-kegiatan politik, demonstrasi untuk kepentingan kelompok tertentu. Sebab menggerakkan anak dalam kegiatan politik yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan mereka adalah bentuk kekerasan dan eksploitasi politik dan kejahatan terhadap kemanusiaan. "Janganlah kita memanfaatkan anak untuk kepentingan politik," ungkapnya.
Sebelumnya, Mabes Polri menyebut aksi unjuk rasa tanggal 13 Oktober 2020 diikuti banyak pelajar. Tak tanggung-tanggung jumlahnya mencapai 806 orang tersebar di wilayah Jakarta, Tangerang, Bekasi dan Depok.
Terlibatan pelajar ini sangat disayangkan apalagi ada beberapa diantara mereka yang masih pelajar SD. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, 806 pelajar yang tertangkap demo semua didata. Mereka diberi pengarahan selanjutnya diserahkan ke orang tua masing-masing. "Perlu bimbingan semua pihak terutama orangtua agar anak-anak tidak ikut-ikutan demo. Apalagi yang mereka perjuangkan tidak tahu," katanya. (ren)