Syahganda Nainggolan Cs Ditangkap, KAMI Pertanyakan Status Tersangka
- VIVA/M AlI Wafa
VIVA – Penangkapan 8 petinggi dan anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) oleh kepolisian masih jadi sorotan. Divisi Hukum KAMI pun memberikan pembelaan dan mempertanyakan proses penangkapan hingga penetapan status tersangka.
Anggota Divisi Hukum KAMI, Eggi Sudjana, menjelaskan, dalam perspektif ilmu hukum pidana, langkah polisi tersebut dinilai tak tepat.
"Karena tidak mungkin orang langsung jadi tersangka atau langsung ditangkap tanpa ada pemberitahuan dalam perspektif klarifikasi," kata Eggi dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam tvOne yang dikutip VIVA, Rabu 14 Oktober 2020.
Baca Juga: Cuitan Syahganda Nainggolan di Twitter Sebelum Ditangkap PolisiÂ
Eggi pun menyinggung hal itu karena rangkaian gelar perkara dalam penetapan tersangka juga belum terlihat. Hal ini penting kata dia karena merujuk pasal 15 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012.Â
"Kemudian sebagai saksi, kemudian gelar perkara. Gelar perkara itu perlu ditingkatkan jadi tersangka atau tidak," tutur Eggi.
Pun, ia menyampaikan demikian karena statusnya sebagai divisi hukum KAMI yang akan memberikan pembelaan terhadap Syahganda Cs yang diperlakukan tak sesuai aturan. Kata dia, statusnya sebagai advokat juga dilinduingi UU Nomor 18 tahun 2003 tentang advokat dalam pasal 16 yaitu advokat tak bisa dikriminalisasi dalam perdata atau pidana.
"Maka dalam perspektif itu lah menurut saya ini tidak mengurangi rasa hormat saya dengan pihak kepolisian karena saya sebagai divisi hukum dari KAMI, dalam perspektifnya saya sebagai advokat," ujarnya.
Sementara, Staf Ahli Menkominfo, Prof Hendri Subiyakto mengatakan sesuai keterangan polisi, maka Syahganda dan kawan-kawan ditangkap karena melanggar Pasal 45A ayat 2 Jo Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dia mengatakan saat ini tinggal menunggu keterangan dari polisi terkait alat bukti untuk menangkap dan penetapan status tersangka.
"Kalau UU ITE, jelas yang ditangkap atau ditahan itu yang bisanya sanksi pidananya di atas lima tahun sesuai dengan KUHP. Yang di atas lima tahun itu pasal 28 ayat 2, menebarkan kebencian atau permusuhan pada seseorang atau kelompok orang. Dan ini sudah terjadi," ujar Hendry dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam tvOne.
Polisi sebelumnya menangkap 8 anggota dan petinggi KAMI di Medan dan Jakarta pada waktu yang berbeda. Rinciannya, 4 anggota KAMI ditangkap di Medan, Sumatera Utara. Sementara, 4 orang lain, yaitu Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan seorang perempuan bernama Kingkin (KA), ditangkap di Jakarta dan sekitarnya.
Polisi menyampaikan 5 di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono, mengatakan kelima orang yang sudah ditetapkan tersangka dijerat Pasal 45A ayat 2 UURI No 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan.
"Mereka dipersangkakan melanggar setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan atas SARA dan/atau penghasutan," kata Awi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa 13 Oktober 2020.
Awi juga menjelaskan anggota dan pentolan KAMI yang ditangkap terancam hukuman 6 tahun penjara.
"Untuk ancaman pidananya untuk yang UU ITE 6 tahun pidana penjara atau denda Rp1 miliar, dan untuk penghasutannya di Pasal 160 KUHP ancaman pidananya adalah 6 tahun pidana penjara," katanya. (ren)