Djoko Tjandra Didakwa Membuat dan Menggunakan Surat Palsu

Buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) berhasil ditangkap polisi di Malaysia.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Jaksa Penuntut Umum mendakwa Djoko Tjandra bersama dengan Brigjen Pol Prasetijo dan Anita Dewi Anggraeni Kolopaking membuat surat jalan palsu. Surat-surat palsu itu dibuat untuk kepentingan Djoko Tjandra masuk ke Indonesia mengurus Peninjauan Kembali (PK).2 

Tom Lembong Sebut Nama Jokowi: Saya Selalu Berkoordinasi Selama Jadi Menteri Perdagangan

"Telah melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak," kata JPU membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa, 13 Oktober 2020. 

Baca: Djoko Tjandra Dibantu Brigjen Prasetijo Urus Surat COVID-19 Palsu

11 Orang Diperiksa soal Kasus Korupsi Impor Gula, Ada Stafsus Tom Lembong

Dalam surat dakwaan disebutkan, pemalsuan ini berawal saat Djoko Tjandra berkenalan dengan Anita Kolopaking di kantor Exchange lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia pada November 2019.

Djoko bermaksud memakai jasa Anita Kolopaking untuk menjadi konsultannya. Terpidana Cessie Bank Bali itu meminta lalu bantuan pada Anita Kolopaking untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung.

Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur, Eks Hakim Tipikor MA Diperiksa Kejagung

"Saat itu saksi Anita D Kolopaking menyetujui, untuk itu dibuatlah surat kuasa khusus tertanggal 19 November 2019," kata jaksa.

Kemudian pada April 2020, Anita mendaftarkan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hanya saja, dia tak menghadirkan Djoko Tjandra selaku pihak pemohon.

Alhasil, permohonan PK ditolak oleh pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hal itu merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012.

Djoko Tjandra yang saat itu berada di luar negeri tidak ingin diketahui keberadaannya. Akhirnya, Djoko minta Anita Kolopaking untuk mengatur kedatangannya ke Jakarta seraya mengenalkan sosok Tommy Sumadi, orang kepercayaan Djoko Tjandra.

Tommy kemudian mengenalkan Anita Kolopaking dengan sosok Brigjen Prasetijo Utomo. Prasetijo saat itu menjabat Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.

"Bahwa terdakwa Joko Soegiarto Tjandra mempercayakan hal tersebut kepada saksi Tommy Sumardi di mana selanjutnya saksi Tommy Sumardi yang sebelumnya sudah kenal dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo memperkenalkan saksi Anita Dewi A Kolopaking dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo," kata jaksa.

Anita membicarakan keinginan kliennya untuk datang ke Jakarta dengan Prasetijo. Prasetijo lalu mengurus keperluan kedatangan Djoko Tjandra dengan membuat surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat-surat lain terkait dengan pemeriksaan virus COVID-19.

Djoko Tjandra direncanakan masuk ke Indonesia lewat Bandara Supadio di Pontianak. Dari sana Djoko akan menuju ke Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta, menggunakan pesawat sewaan.

"Bahwa penggunaan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan COVID-19, dan surat rekomendasi kesehatan yang tidak benar tersebut merugikan Polri secara immateriil karena hal itu mencederai dan/atau mencoreng nama baik Kepolisian Republik Indonesia secara umum dan Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri serta Pusdokkes Polri pada khususnya, mengingat terdakwa Joko Soegiarto Tjandra adalah terpidana perkara korupsi dan menjadi buronan Kejaksaan Agung sejak tahun 2009, yang mana seolah-olah Polri khususnya Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri telah memfasilitasi perjalanan seperti layaknya perjalanan dinas yang dilakukan oleh orang bukan anggota Polri," urai Jaksa.

Atas perbuatannya, Djoko Tjandra dijerat Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP atau Pasal 263 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya