UU Omnibus Law, MUI: Demo Boleh Tapi Dilarang Merusak

Aksi demo tolak Omnibus Law Ciptaker di Harmoni Jakarta
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Zainut Tauhid Sa’adi, mengatakan demonstrasi adalah salah satu cara yang dibenarkan untuk menyampaikan aspirasi dalam iklim demokrasi.

Pj Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi Temui Buruh, Bahas Kenaikan Upah 2025 hingga Rp 6,5 Juta

Ribuan mahasiswa dan buruh menggelar demonstrasi menolak Undang-Undang Omnibus Law pada Kamis, 10 Oktober 2020.

Baca juga: 7 Pandangan MUI soal UU Cipta Kerja, Salah Satunya Untungkan Cukong

Evaluasi Pelaksanan Pemilu 2024, DPR Mau Bikin Omnibus Paket Politik

Namun demikian, kata Zainut, demonstrasi harus dilakukan tanpa tindak-tindakan anarki dan harus tetap mengindahkan akhlak serta norma hukum yang ada.

"Boleh saja menyampaikan aspirasi dengan menggelar demo. Namun, tidak dibenarkan melakukan anarki dan perusakan, karena hal tersebut adalah tindakan yang tidak dibenarkan ajaran agama dan melanggar hukum," kata Zainut, Jumat, 9 Oktober 2020.

Ratusan Buruh Bekasi Gelar Aksi, Tuntut Kenaikan Upah hingga 10 Persen

MUI juga berpesan kepada aparat agar dalam menjalankan tugasnya mengedepankan pendekatan simpatik, persuasif, dan tidak dengan kekerasan.

Selain itu, menurut Zainut, banyak hoaks yang berkembang di masyarakat terkait dengan UU Omnibus Law. Karenanya, para mahasiswa sebagai agent of change harus betul-betul mampu memilah dan memahami informasi yang berkembang, sehingga aspirasi yang disampaikan terfokus pada pokok persoalan.

"Baca dan pahami undang-undangnya. Telaah persoalannya, dan sampaikan aspirasi yang ada sesuai konstitusi, agar dapat memberikan solusi," katanya.

Karena itu, ia mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk menahan diri, tidak terprovokasi dengan berbagai informasi yang tidak benar.

"Demo dengan cara anarki tidak akan menyelesaikan persoalan, malah membuat situasi semakin tidak kondusif," katanya.

Selain demonstrasi, menurut Zainut, ada banyak cara yang bisa dilakukan. Salah satunya melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi. Mahasiswa dan buruh bisa menginventarisasi sejumlah pasal yang dinilai masih menyisakan persoalan dan bertentangan dengan Konstitusi, untuk kemudian dibawa ke Mahkamah Konstitusi. 

"Cara tersebut menurut saya lebih ringan mudaratnya, lebih efektif dan lebih berbudaya. Upaya lainnya adalah mengawal penyusunan regulasi yang menjadi turunan dari UU tersebut. tandasnya," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya