Ada La Nina, Siap-siap Hujan hingga Februari 2021

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

VIVA – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengatakan adanya fenomena La Nina pada level moderat seiring dengan dimulainya awal musim hujan pada Oktober-November 2020. 

BMKG Prakirakan Mayoritas Indonesia Diguyur Hujan Hari Ini, Intip Daerahnya

"Hal ini berpotensi menyebabkan peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia," kata Dwikorita di Jakarta, Rabu, 8 Oktober 2020.

Dengan adanya fenomena La Nina moderat ini diprediksi ada peningkatan curah hujan mulai Oktober hingga November dan akan berdampak di hampir seluruh wilayah Indonesia, kecuali di Sumatera.

6 Cara Menjaga Kesehatan Tubuh di Musim Hujan, Dijamin Mudah Dilakukan

Baca jugaTNI Sergap OPM yang Mau Serang Bandara

Dwikorita menambahkan, catatan historis menunjukkan bahwa La Nina dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi curah hujan bulanan di Indonesia 20-40 persen di atas normalnya, bahkan bisa lebih.

BMKG Prediksi Hujan di Banyak Wilayah pada Hari Pilkada Serentak

Namun, dampak La Nina tidak seragam di seluruh Indonesia. Pada Oktober-November 2020, diprediksikan peningkatan curah hujan bulanan dapat terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia kecuali Sumatera.

"Selanjutnya, pada Desember hingga Februari 2021, peningkatan curah hujan akibat La Nina dapat terjadi di Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Maluku-Maluku Utara dan Papua," ujarnya.

Sementara itu, untuk data kejadian gempa bumi, menurut Dwikorita, berdasarkan data monitoring kegempaan yang dilakukan BMKG, sejak 2017 telah terjadi tren peningkatan aktivitas gempa bumi di Indonesia dalam jumlah maupun kekuatannya.

Kejadian gempa bumi sebelum 2017 rata-rata hanya 4.000-6.000 kali dalam setahun, yang dirasakan atau kekuatannya lebih dari 5 sekitar 200-an. Namun, setelah 2017, jumlah kejadian itu meningkat menjadi lebih dari 7.000 kali dalam setahun. Bahkan, pada 2018 tercatat sebanyak 11.920 kali dan 2019 sebanyak 11.588 kejadian gempa.

“Ini bukan lagi peningkatan, tapi sebuah lonjakan yang cukup signifikan. Dengan data dan fakta bahwa kejadian tsunami yang terjadi di dunia sebagian besar dipicu oleh gempa bumi tektonik, tentunya tren kejadian gempa yang melonjak ini juga mengakibatkan meningkatnya potensi tsunami," ujarnya.

Untuk itu, lanjut dia, perlu diperkuat keandalan sistem mitigasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami, mengingat hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi kapan terjadinya gempa bumi.

Selain itu, fakta menunjukkan tsunami tidak hanya dipicu oleh gempa bumi tektonik. Pada Desember 2018, terjadi peristiwa typical tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018 yang diakibatkan oleh aktivitas gunung api di laut, yang menurut statistik, kejadian tsunami tersebut sangatlah langka yaitu sebanyak 5 persen dari total kejadian tsunami di dunia.  

Berdasarkan data tersebut, Dwikorita menjelaskan mitigasi serta peringatan dini gempa bumi dan tsunami serta cuaca dan iklim ekstrem merupakan hal yang mendesak untuk dipersiapkan dan diperkuat. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya