Kepak Tangguh di Tengah Pandemi

Sejumlah tukang mengerjakan calon wahana wisata edukasi di Magelang, Jateng.
Sumber :
  • ANTARA/Hari Atmoko

VIVA – Areal seluas 1,2 hektare yang semula berupa pepohonan bambu di tengah kampung di Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (Jateng) disulap jadi tempat wisata edukasi dengan target akhir tahun ini rampung dikerjakan.

Masa Tenang Pilkada, Car Free Day di Sudirman-Thamrin Tidak Diberlakukan pada 24 November 2024

Seorang seniman dari lereng Gunung Merapi, Ismanto, ikut menyurvei lokasi itu dan menyampaikan inspirasi membuat tempat itu, salah satunya untuk "Sekolah Bambu".

Begitu juga seniman daerah itu, Sujono Keron, mendapat jatah membuat karya 100 sosok wayang dari galvalum untuk instalasi gapura setinggi 4,5 sentimeter dan panjang sembilan meter.

Polisi Tetapkan 4 Orang Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan Anak yang Dituduh Curi Uang di Tangerang

Baca juga: Lagi Viral, Tempat Wisata Instagramable Baru di Magelang

Muhammad Khoirul Soleh alias Irul bersama sejumlah kawan, seperti Agus Daryanto dan Risna Yuniarwan, bekerja sama dengan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Dadi Berkah di Dusun Krandan, Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, menggarap lokasi itu. Mereka teringat jejaring usaha dengan kawan di Klaten yang menggeluti pengolahan bambu.

Dapat Hibah 5 Juta Blangko dari Kemendagri, Pemprov Jakarta Jamin Cetak KTP Kini Hanya 15 Menit

Informasi seribu macam bambu di dunia diperoleh Irul bisa menjadi salah satu materi lokakarya Sekolah Bambu dalam format wisata edukasi.

Irul yang alumnus Program Studi Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Magelang tersebut, selama ini juga mengelola usaha mandiri berupa pembibitan aneka tanaman, terutama buah-buahan, dengan pasaran merambah berbagai daerah di Indonesia. Umumnya, warga setempat memiliki usaha pembibitan tanaman buah di lahan dan pekarangan.

Beberapa perajin bambu di Dusun Kebonkliwon mengerjakan produk panel bambu.

Belum lama ia juga mengembangkan budi daya padi secara hidroganik di dekat rumahnya dan menjadi ajang pembelajaran kalangan mahasiswa setempat.

Di dekat rumahnya di Kampung Kebonkliwon, Desa Kebonrejo, Irul dan kawan-kawannya selama empat bulan terakhir juga bergelut dengan produksi panel bambu wulung untuk ekspor, antara lain ke Australia dan beberapa negara di Eropa.

Pengiriman produknya dalam format jejaring dengan pelaku usaha di Bantul, Yogyakarta. Seminggu bisa satu atau dua kali pengiriman. Sekali pengiriman 300-an produk panel dengan nilai Rp11 juta-Rp13 juta. Setiap panel berukuran 90x180 sentimeter. Usaha panel bambu menyerap 25 tenaga kerja, terutama warga setempat.

Kawan-kawan jejaringnya selama ini juga meminta dukungan survei lokasi di Magelang untuk mengembangkan investasi. Salah satunya, seorang kepala desa di Bandongan, Kabupaten Magelang memanfaatkan tanah desa 9.000 meter persegi untuk usaha ekonomi warga, berupa agrowisata desa dengan latar belakang Gunung Tidar Kota Magelang.

"Di sana rencananya tanam cokelat, durian, dan alpukat, kami tawarkan dari proses hulu hingga hilir, warga antusias," kata dia seperti dilansir Antara.

Belum lagi usaha Irul selama ini untuk pembibitan tanaman buah-buahan di mana pasokan pendukungnya berupa pupuk cair ke pasarnya, antara lain Batam, Sukabumi, dan salah satu daerah di Banten, yang tetap dipenuhi, meski di tengah pandemi COVID-19.

Begitu pula dengan usahanya yang seiring dengan pandemi, berupa penanaman ratusan bibit panili di salah satu lahan di Kampung Santan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Usaha itu dikerjakan dengan sejumlah kawan pelaku wirausaha.

Bagi Irul, kewirausahaan dijalani tidak mulus-mulus saja. Ia pernah gagal dalam sejumlah usaha, seperti peternakan kelinci dan ayam. Ia juga merasa tidak betah menjadi pegawai kantoran setelah mengalaminya sebagai staf di bengkel kendaraan bermotor berjejaring nasional.

Pandemi COVID-19 diakui menjadikan perlambatan usahanya, terutama karena distribusi mengalami penurunan. Ia tidak patah semangat. Asam-garam menghidupi usaha mandiri sering dihadapi Irul sehingga tetap eksis, bahkan di tengah pandemi.

"Optimisme itu harus, tanpa itu tidak jalan. Justru karena pandemi kami menyiapkan diri berlari kencang setelah pandemi berakhir," ujar Agus yang bersama Irul siang itu berada di calon lokasi wisata edukasi dengan 45 pekerja yang warga setempat dan jejaringya di daerah itu.

Ketangguhan tim Irul diakui seniman Ismanto dengan ungkapan berbahasa Jawa, Kandel sak'e karo yo kandel spekulasi. Tur yo telaten (Tebal modalnya dan berani berspekulasi, tetapi juga berpengalaman dan tekun mengelola usaha).

Agus yang pembatik dengan mengembangkan pewarnaan dari bahan alam dan seniman lukis itu, menyebut sejumlah sosok pelaku usaha jejaringnya bersama Irul di sejumlah kota di Indonesia yang sama-sama tangguh, bisa dipercaya, saling terhubung, dan selalu berbagi informasi di tengah pandemi.

"Seakan-akan nekat, tetapi juga berhitung, apalagi sekarang pandemi," ujar dia.

Mereka terkesan enggan menyebut total nilai investasi atas semua kesibukan menyiapkan usaha ekonomi untuk progres pascapandemi. Ia menyebut aneka usaha itu saling menyangga sebagaimana selama ini dikerjakan seperti pembibitan tanaman dan perolehan bahan alam untuk batik.

Mereka juga menyiapkan konsep pengelolaan usaha, seperti dalam posisi sebagai konsultan, kerja sama pengelolaan tahun jamak, sebatas survei lokasi, maupun sekadar berbagi ide dan informasi.

Persaingan dengan usaha serupa, seperti halnya terkait dengan posisi Candi Borobudur di dekat lokasinya sebagai destinasi pariwisata utama Indonesia juga tak luput dari hitung-hitungan mereka.

Lokasi wisata edukasi di Krandan itu akan dilengkapi sejumlah wahana, seperti areal parkir, internet, kolam renang, resto, tempat bermain, panggung pertunjukan di pinggir Kali Tangsi, home stay, dan pengolahan ipal.

"Kalau seberang sungai (Kali Tangsi) boleh disewa, akan kami kembangkan taman dan tempat pembibitan yang enak dipandang. Lima tahun untuk investasi awal dari 20 tahun rencana kerja sama usaha, untuk di sini," ujar Irul.

Di tengah pandemi, pemerintah sibuk mengulurkan tanggung jawab mengurus rakyat melalui kucuran dana ratusan triliun rupiah. Anggaran itu untuk banyak program penyelamatan ekonomi dengan sasaran berbagai kalangan masyarakat, termasuk pelaku usaha dan perbankan.

Kesibukan Irul dan kawan-kawan serta jejaringnya di tengah pandemi, terkesan tidak membikin repot pemerintah menggulirkan program-programnya. Mereka seakan berjalan mandiri dengan ketangguhan, optimisme, dan menjelimet berpikir serta berhitung, menyongsong kehidupan ekonomi moncer pascapandemi.

Barangkali, pidato Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD Tahun 2020, menjelang puncak HUT Ke-75 RI yang jatuh 17 Agustus lalu, tentang "membajak momentum" mendapatkan seberkas wujud dari orang-orang tangguh, seperti Irul, kawan-kawan, dan jejaring usahanya.

Ketika itu, Presiden menegaskan bahwa pandemi sekarang ini menjadi waktu tepat untuk membajak momentum krisis agar bisa melakukan berbagai lompatan besar --termasuk dalam usaha ekonomi dan investasi.

"Saatnya kita bajak momentum krisis untuk melakukan lompatan-lompatan besar," ucapnya.

Hasil sibuk kerja mandiri mereka saat ini memang belum nampak. Posisi mereka sekarang, sedang sibuk menyiapkan bangunan fisik dan infrastruktur. Dalam sebutan seniman Agus Daryanto, pihaknya sedang membuat "jalan tol".

Pengajar Faklutas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta A Bagus Laksana SJ menyebut tentang kepakan sayap Kardinal Bergoglio --kemudian menjadi Paus Fransiskus-- dari ujung belahan bumi selatan di Argentina, memberi inspirasi ke belahan-belahan bumi lain.

"Kalau Fransiskus terbang sendirian, kepakan sayapnya hanya akan menjadi tontonan. Bukan ia yang salah, melainkan kita yang lebih nyaman menjadi penonton," tulisnya dalam buku "Beriman itu Indah".

Begitu juga rupanya dengan kepakan sayap sosok-sosok tangguh menghadapi berbagai situasi, sebagaimana Irul, kawan-kawan, dan jejaring usaha ekonominya dalam membajak momentum krisis. Silakan ditonton atau mau dijadikan inspirasi untuk dibangun dan ditiru.

Mereka menghidupi optimisme bahwa pandemi akan berakhir, dunia belum kiamat, dan langit akan kembali padang, dan perekonomian lebih maju.

Tetapi sayap-sayap itu mesti mulai dikepakkan justru saat pandemi masih mendera. Ketika bumi kehidupan terbebas krisis, mereka bukan lagi siap terbang, tetapi melesat ke angkasa. Tak ada capaian tanpa langkah. (ant)


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya