Pendukung Jokowi Kesal dengan Pelapor Najwa Shihab: Bodoh dan Norak!

Ketua Umum Relawan Jokowi Bersatu Silvia Devi Soembarto
Sumber :
  • VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon

VIVA – Kasus pelaporan presenter Najwa Shihab oleh Relawan Jokowi Bersatu ke Polda Metro Jaya masih jadi sorotan. Belakangan, polisi mengarahkan si pelapor, Silvia Devi Soembarto selaku Ketua Relawan Jokowi Bersatu, untuk menempuh jalur protes ke Dewan Pers. 

Tegas! Komdigi Pecat Pegawai yang Bekingi Judi Online

Silvia mengatakan aksi Najwa mewancarai kursi kosong yang dimaksud sebagai Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto adalah preseden buruk. Aksi tersebut melukai hati relawan Jokowi Bersatu sebagai pendukung Jokowi.

"Kejadian wawancara kursi kosong Najwa Shihab melukai hati kami sebagai pembela presiden karena Menteri Terawan adalah representasi dari Presiden Joko Widodo. Dan, saatnya kami relawan bersuara karena kami takutkan kejadian Najwa Shihab akan berulang," ujar Silvia di Polda Metro Jaya, Selasa 6 Oktober 2020.

Kawal Laga Timnas Indonesia vs Jepang, 2.500 Aparat Gabungan Diterjunkan ke GBK

Dia menyebut Najwa dalam wawancara kursi kosong itu seolah menjadikan parodi. Ia mengingatkan parodi sebagai tindakan yang tidak boleh dilakukan kepada pejabat negara.

"Khususnya menteri, karena beliau adalah representasi dari Presiden Joko Widodo," ujar Silvia.

Polisi: Satu Napi yang Kabur dari Rutan Salemba Ternyata Gembong Narkoba Murtala

Namun demikian, aksi pelaporan yang dilakukan oleh Silvia dengan mengaku sebagai relawan Jokowi itu tak sepenuhnya didukung kelompok relawan Jokowi lainnya. Melalui surat terbuka, Sekjen DPN Pergerakan Indonesia, Abi Rekso Panggalih, yang ikut mendukung Jokowi sejak 2014, menyesalkan tindakan Silvia dengan melaporkan Najwa Shihab ke polisi.

"Saya menduga tempurung kepala anda tidak sebesar apa yang anda pamerkan dalam ruang publik. Bisa jadi beberapa hari ini Anda merasa sebagai pahlawan buat banyak orang. Padahal sebenarnya Anda sedang mengemis tepuk tangan kosong publik. Anda berdoa bukan kepada Tuhan, tetapi kepada kebodohan itu sendiri. Mengkultuskan diri sendiri, agar merasa layak disembah," tulisnya melalui surat terbuka kepada Silvia Devi Soembarto, Rabu, 7 Oktober 2020.

Ia mengikuti gelombang pembicaraan publik terkait bangku kosong Najwa Shihab. Meskipun ia menilai apa yang dilakukan Najwa Shihab tentu diluar kepantasan, dalam etika jurnalisme. Tetapi, pelapor juga harus sadar dan paham disitulah sisi banalisme sebuah profesi jurnalisme. 

Di sisi lain ada kebutuhan dalam ruang demokrasi, tetapi kata Abi Rekso, kadang jurnalisme mampu mengkorbankan pihak tertentu yang dilakukan oleh individu. 

"Namun begitu, yang perlu saudari mengerti bahwa seperti itu lah pertarungan diskursus dalam medan jurnalisme. Saya belum ingin mengajarkan anda soal etimologi diskursus publik. Namun, lapangkan pikiran anda untuk bercermin dalam segala tindakan anda," ujarnya.

Dalam konteks pelaporan Najwa ke polisi, Abi mengingatkan bahwa dalam prinsip peradilan, yang ujungnya mencari kebenaran formil dan materiil. Kebenaran formil adalah sebuah pembuktian 'kejahatan' dengan bukti dan saksi yang jelas tanpa perlu merujuk pada keyakinan hakim. 

"Artinya, jika melihat dari pelaporan saudari saya atau publik tidak melihat adanya bukti kuat dalam kasus 'Bangku Kosong Najwa Shihab," kata Abi.

Dari sisi kebenaran materil adalah kebenaran yang diungkap dengan proses hukum yang benar. Artinya, penyelengaraan peradilan yang seadil-adilnya hingga jatuhnya putusan yang berkonsekuensi hukum pada subjek hukum. "Nah, apalagi dalam konteks ini, bagaimana sebuah peradilan hukum mengadili diskursus publik, di mana tidak ada informasi bohong di sana? Sangat mengada-ada," terang Abi.

"Jikapun saudari atau teman anda berdalih bahwa pelaporan ini bersifat ajudikasi. Itu juga semakin keliru dan bodoh. Karena anda dan teman-teman anda yang melaporkan ini bukan atau tidak sama sekali mewakilkan Menteri Terawan sebagai pihak pelapor. Dan bagaimana mungkin sebuah acara TV dianggap persengketaan?" lanjutnya.

Abi Rekso tak habis pikir dengan klaim Silvia, yang mengakui secara arogan mendukung Jokowi saat melaporkan kasus 'Bangku Kosong' Najwa Shihab ke polisi. Meskipun sama-sama sebagai pendukung Jokowi, bedanya Ia mendukung Jokowi dengan pikiran sedangkan Silvia mendukung dengan kearoganan. 

Baginya, melihat perbedaan sikap adalah sebagai satu kebesaran, sementara Silvia memaknai itu dengan kebencian. Terlebih dari semua tindak-tanduk yang dilakukan Silvia bukannya membuat publik bersimpati, melainkan banyak yang antipati sekalipun mereka diam.

"Yang lebih buruk adalah, karena orang seperti anda maka pendukung Jokowi akan ditakar sama persis dengan isi bejana akal saudari Silvia. Tentu saya dan pendukung Jokowi yang beralur pikir sama seperti saya, akan sangat keberatan jika harus disejajarkan dengan anda," terang Abi Rekso.

"Secara jujur saya katakan, tindakan ini membangun pusat-pusat kebodohan baru dalam pergaulan pendukung Jokowi. Lebih-lebih secara norak anda bersolek di belakang embel-embel pendukung Jokowi," imbuhnya.

Melalui surat terbuka ini, dia memohon kepada para pendukung Jokowi agar tidak mudah terseret dalam gulungan ombak kebodohan ini. "Semoga saudari Silvia Devi Soembarto bukan saja melapangkan hati, namun juga kembali mendalamkan pikiran agar tidak mencoreng nama baik Presiden Jokowi dengan tindakan yang bodoh," tutupnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya