Perhimpunan Guru Kecewa Pendidikan Dikomersialisasikan via Omnibus Law

Buruh di Cikarang, Kabupaten Bekasi tolak RUU Cipta Kerja
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah

VIVA – Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) kecewa dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah yang memasukkan sektor pendidikan dalam Omnibus Law atau Undang Undang Cipta Kerja. Para guru khawatir pendidikan semakin dikomersialisasikan melalui UU ini.

Komitmen Cambridge English Dalam Tingkatkan Kualitas Bahasa Inggris Siswa dan Guru Sekolah di Indonesia

"Setelah membaca draf final UU yang sudah disahkan DPR ini, ternyata masih ada pasal yang memberi jalan luas kepada praktik komersialisasi pendidikan. Dengan kata lain, UU Ciptaker menjadi jalan masuk kapitalisasi pendidikan," kata Koordinator P2G, Satriawan Salim, Selasa 6 Oktober 2020.

Baca juga: Politikus Demokrat Tidak Terima Mikrofonnya Dimatikan Puan Maharani

Prabowo Panggil Sejumlah Menteri ke Istana, Bahas Bansos, Zonasi hingga Gaji Guru

Hal ini, menurut dia, tampak jelas dalam Pasal 26 yang memasukkan entitas pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha. Kemudian, Pasal 65 menjelaskan, "Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini".

Sementara itu, ayat keduanya juga mengatakan, "Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan peraturan pemerintah".

Keseruan di Perayaan Hari Guru

"Artinya pemerintah dapat saja suatu hari nanti mengeluarkan kebijakan perizinan usaha pendidikan yang nyata-nyata bermuatan kapitalisasi pendidikan, sebab sudah ada payung hukumnya," ujar dia.

Kemudian Pasal 1 (4) dalam UU ini, yang dimaksud perizinan berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

"Jelas sekali pendidikan direduksi menjadi suatu aktivitas industri dan ekonomi," kata Satriawan.

Dimasukkannya pendidikan sebagai sebuah aktivitas usaha yang muatannya ekonomis dinilai mengkhianati nilai Pancasila khususnya sila kedua dan kelima. Sebab, yang muncul adalah pendidikan bukan lagi sebagai aktivitas peradaban, melainkan semata-mata aktivitas mencari untung atau laba.

"Sebab pendidikan nanti semakin berbiaya mahal, jelas-jelas akan meminggirkan anak-anak miskin, sehingga tujuan pendidikan untuk memanusiakan manusia tidak akan pernah terjadi," ucap Satriawan. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya