Demokrat Jelaskan Semangat Omnibus Law Cipta Kerja
- VIVAnews/Anwar Sadat
VIVA – Anggota Komisi III DPR RI Santoso mengritik Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau sering disebut Omnibus Law yang disepakati DPR dan pemerintah pada Sabtu malam lalu.
Dia menganggap RUU itu tidak sejalan dengan semangat gotong royong yang diwariskan oleh para pendiri bangsa. “RUU ini terlampau kapitalis dan neolib (neoliberalisme),” katanya kepada wartawan, Senin 5 Oktober 2020.
Ketua Partai Demokrat Provinsi DKI Jakarta ini menjelaskan terlampau banyak alasan untuk menolak rancangan RUU Cipta Kerja. Selain itu RUU ini bertentangan dengan semangat reformasi. Sebab reformasi memberikan ruang untuk disentralisasi, sementara RUU Cipta Kerja malah sebaliknya.
Baca: Airlangga Tegaskan RUU Cipta Kerja Tak Hilangkan Hak Cuti Hamil
Semangat RUU Cipta Kerja, katanya, ingin melakukan sentralisasi peraturan di daerah menjadi ke pusat yang berpotensi penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah pusat.
Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja JICT (SPJICT), Firmansyah, mewakili kelompok buruh mengapresiasi Partai Demokrat yang telah berusaha mendengarkan aspirasi para pekerja sekaligus mengutuk tujuh partai lain yang menyetujui RUU itu untuk disahkan menjadi undang-undang.
Serikat Pekerja JICT, katanya, dari awal sudah tegas menolak omnibus law terutama klaster Cipta Kerja. Menurutnya, banyak catatan ketidakadilan di sektor ketenagakerjaan, salah satunya mengenai sistem pengupahan yang dibayarkan berdasarkan satuan waktu kerja per jam.
“Penghapusan aturan mengenai hak istirahat mingguan selama dua hari dalam sepekan, kerja selama empat puluh jam dalam seminggu, tentu itu akan merugikan pekerja,” katanya. (ren)