Terdakwa Jiwasraya Keluhkan Nilai Aset Disita Lebihi Kerugian Negara

Suasana persidangan korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya di Pengadilan Tipikor.
Sumber :
  • VIVAnews/ Edwin Firdaus.

VIVA – Jaksa Penuntut Umum dianggap tidak dapat membuktikan adanya aliran dana dari 13 Manajer Investasi yang mengelola 21 reksadana yang dimiliki PT Asuransi Jiwasraya (Persero) kepada Joko Hartono Tirto.

Robert Kiyosaki Prediksi Aset Ini Bakal Melesat Setelah Emas

Hal itu terungkap dalam nota pembelaan atau pleidoi Joko Hartono Tirto, salah satu terdakwa dalam Perkara korupsi Jiwasraya yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 1 oktober 2020.

Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Joko telah merugikan Jiwasraya Rp16,8 triliun dengan Rp12 triliun di antaranya bersumber dari investasi Asuransi Jiwasraya (PT AJS) di reksadana konvensional di 13 Manajer Investasi (MI). Kejaksaan Agung pun telah menetapkan 13 MI itu sebagai tersangka.

KPK Analisis Aset Harta yang Belum Dilaporkan Kepala BPJN Dedy Mandarsyah

“Ke mana uang Rp16,8 triliun tersebut dan mana alirannya? Bagaimana dapat dikorupsikan jika tidak ada aliran dana kepada saya?” kata Joko dalam nota pembelaan yang dibacakan tim kuasa hukumnya. 

Baca juga: Sidang Pledoi, Terdakwa Jiwasraya Sebut Aksinya Diketahui Banyak Pihak

Restrukturisasi Jiwasraya Capai 99,9%, Erick Thohir Apresiasi Kejagung hingga Kemenkeu

Dalam pleidoi itu, Joko menilai JPU juga tidak dapat membuktikan 13 MI yang menerbitkan 21 reksadana itu membeli 117 saham darinya dan juga Heru Hidayat serta Benny Tjokrosaputro.

Selain itu, masih dalam pleidoi, ujarnya, terdapat sejumlah saham-saham BUMN dan pihak swasta lain yang diperoleh dari masyarakat di dalam 21 reksadana tersebut.

“Bahwa proses subscription PT AJS ke 21 produk reksadana tersebut adalah dengan cara membeli (tunai) unit penyertaan yang kemudian uang tersebut dipergunakan oleh MI untuk membeli saham-saham yang menjadi underlying-nya dari masyarakat,” kata Joko Hartono Tirto.

Pleidoinya itu pun diperkuat dengan keterangan sejumlah saksi yang dihadirkan JPU dalam persidangan sebelumnya. Saksi Faisal Satria Gumay, tulis Joko, pada persidangan 6 Juli 2020 menyatakan bahwa dalam reksadana saham yang dimiliki  PT AJS terdapat banyak saham lain selain IIKP, SMRU, SMBR, dan LCGP.

Sementara itu, saksi lainnya, Lusiana, pada persidangan 15 Juli membeberkan bahwa ada banyak saham lain yang di dalam portofolio reksadana yang dikelola 13 MI selain saham TRAM dan IIKP. Sejumlah saham BUMN pun dilaporkan masuk dalam portofolio reksadana tersebut.

“Keterangan Saksi  Frery Kojongian pada persidangan, yang pada intinya menyatakan bahwa terdapat saham-saham BUMN dalam produk reksadana yang dikelola MNC Aset Management yaitu PPRO, SMBR, WSBP, TLKM dan ADHI,” demikian kutipan dari persidangan 15 Juli 2020 yang dilampirkan Joko Hartono Tirto dalam pleidoinya.

Selain itu, berdasarkan kajian PVR tertanggal 31 Desember 2019 ada banyak juga saham BUMN lain di dalam portofolio itu yaitu BNI, BRI, BMRI dalam reksadana milik Jasa Capital Aset Management. Informasi itu disampaikan Joko berdasarkan keterangan saksi Rudolfus Pribadi Agung Sujagad pada 16 Juli 2020.

Kendati sampai hari ini gagal membuktikan dakwaan itu, Joko Hartono Tirto dalam pleidoi mengeluhkan harta pribadinya yang dikorbankan dan disita.

Padahal, sebutnya dalam nota pembelaan, Jampidus Kejagung dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR, menyebut penyidik telah melakukan penyitaan aset sebesar Rp18,46 triliun. Nilai penyitaan aset itu sudah melebihi nilai kerugian PT AJS yang disebut mencapai Rp16,8 triliun. 

“Lalu kalau memang sudah melebihi kerugian negara kenapa saya masih juga dituntut seumur hidup?” ucapnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya