Moeldoko: Ada Kepentingan Pribadi soal PKI dan Pencopotan Panglima TNI

Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko
Sumber :
  • VIVA.co.id/Adi Suparman

VIVA – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko akhirnya mau menanggapi pernyataan seorang mantan Panglima TNI yaitu Gatot Nurmantyo yang merasa dicopot dari jabatannya karena mengajak jajaran menonton bersama film G30S/PKI.

Mahasiswi UPI Ditemukan Tewas di Gedung Gymnasium, Diduga Jatuh dari Lantai 2

Baca Juga: Pesan Putra DN Aidit ke Presidium KAMI: Kalau Mau Nyapres Buat Partai

Menurut Moeldoko dalam catatan refleksi Hari Kesaktian Pancasila yang dikutip VIVA dari Antara, pada Kamis 1 Oktober 2020, menyampaikan hal itu merupakan penilaian subjektif dan boleh saja sejauh hanya perasaan yang bersangkutan.

Tinggi Gelombang Laut Banten Diprakirakan Capai 2,5 Meter, Nelayan Diminta Waspada

"Tentang pencopotannya, itu pendapat subjektif. Karena itu penilaian subjektif ya boleh-boleh saja, sejauh itu perasaan," ujar Moeldoko.

Untuk itu, Moeldoko menekankan perasaan mantan Panglima TNI itu belum tentu sesuai dengan yang dipikirkan oleh pimpinan. Sehingga, sebenarnya pergantian pucuk pimpinan di sebuah organisasi itu melalui berbagai pertimbangan.

Jalur dari Cianjur Menuju Puncak Bogor Ditutup pada Malam Tahun Baru

"Bukan hanya pertimbangan kasuistis tetapi pertimbangan yang lebih komprehensif," jelasnya.

Sementara itu, terkait hebohnya pernyataan Gatot Nurmantyo soal potensi ancaman kebangkitan PKI yang nyata di Indonesia, Moeldoko yang juga merupakan mantan Panglima TNI mengatakan dirinya sebagai pemimpin yang dilahirkan dari akar rumput bisa memahami peristiwa demi peristiwa.

Moeldoko mengaku kerap mengevaluasi peristiwa demi peristiwa. Menurutnya, peristiwa tidak mungkin datang secara tiba tiba. "Karena spektrum itu terbentuk dan terbangun tidak muncul begitu saja. Jadi jangan berlebihan sehingga menakutkan orang lain," jelasnya.

Moeldoko menilai bisa saja sebuah peristiwa besar menjadi komoditas untuk kepentingan tertentu. Sebab, kata dia, ada dua pendekatan dalam membangun kewaspadaan yakni kewaspadaan yang dibangun untuk menenteramkan dan kewaspadaan yang menakutkan.

"Bedanya di situ. Tinggal kita melihat kepentingannya. Kalau kewaspadaan itu dibangun untuk menenteramkan maka tidak akan menimbulkan kecemasan. Tapi kalau kewaspadaan itu dibangun untuk menakutkan, pasti ada maksud-maksud tertentu," kata dia.

Moeldoko menegaskan kewaspadaan seperti apa yang hendak dibangun, adalah pilihan-pilihan dari seorang pemimpin. Dirinya pribadi memilih membangun kewaspadaan untuk menenteramkan terlebih di masa pandemi saat ini, pilihan tersebut adalah yang paling bijak.

Dia pun memandang kehebohan yang terjadi atas isu kebangkitan PKI belakangan ini lebih cenderung untuk kepentingan pribadi. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya