Intelijen Bocorkan Sumber Alat Swab Test

Ilustrasi swab test.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Badan Intelijen Negara (BIN) menegaskan bahwa dalam mengatasi pandemi COVID-19 bukan kaleng-kaleng. Semua peralatan yang digunakan bisa disebut nomor satu di dunia, sehingga tak perlu diragukan lagi akurasinya bahkan banyak aset yang dikerahkan. 

Menurut Deputi VII BIN, Wawan Purwanto, sudah mendapat sertifikat internasional. Berikut empat hal yang dilakukan BIN untuk hadapi COVID-19 yang bukan biasa:

Baca jugaBIN Siapkan Intelijen untuk Hadapi Ancaman Pandemi di Masa Depan

1. Mesin RT PCR Nomor Satu

BIN menggunakan dua jenis mesin Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT PCR) dalam melakukan uji spesimen yaitu Qiagen dari Jerman dan Thermo Scientific dari Amerika Serikat.

"Keduanya memiliki sertifikat Lab BSl-2 sesuai standar protokol laboratorium dan sudah mendapat sertifikat dari World Bio Haztec Singapura," kata Wawan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, 28 September 2020. 

BIN juga melakukan kerja sama dengan LBM Eijkman untuk standar hasil tes, sehingga analisis RT PCR yang digunakan juga sesuai standar dunia.

2. BIN Gunakan Standar Hasil Tes PCR Tertinggi. 

Rapat Paripurna DPR, Herindra Sah Jadi Kepala BIN Gantikan Budi Gunawan

Dibanding institusi lain, ambang batas standar hasil tes PCR yang diterapkan BIN paling tinggi. Kata dia, nilai CT QPCR atau ambang batas bawah hasil tes PCR biasanya adalah 35. Namun, angka itu bisa meloloskan orang tanpa gejala dari screening. Maka BIN menaikkan standar tes PCR tersebut menjadi 40.

3. Jaringan Intelijen WHO

Pemisahan Fungsi Intelijen Dalam Negeri dan Luar Negeri Dinilai Penting, Ini Alasannya

BIN juga termasuk dalam jaringan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO melalui Dewan Analisis Strategis Medical Intelligence.

Dewan ini menjelaskan bahwa fenomena hasil tes swab positif Corona kemudian berubah menjadi negatif bukanlah hal baru.

Intelijen AS Minta Trump Waspada soal Ancaman Pembunuhan dari Iran

Perubahan hasil itu bisa disebabkan beberapa faktor yaitu RNA atau protein yang tersisa (jasad renik virus) sudah sangat sedikit bahkan mendekati hilang sehingga tak lagi terdeteksi. Apalagi, subjek tanpa gejala klinis dan dites pada hari yang berbeda. OTG/asimptomatik yang mendekati sembuh berpotensi memiliki fenomena tersebut.

"Faktor kedua, terjadi bias pre-analitik. Artinya, pengambilan sampel dilakukan oleh dua orang berbeda dengan kualitas pelatihan berbeda dan SOP berbeda sehingga sampel swab sel yang berisi virus COVID-19 tidak terambil atau terkontaminasi," katanya. 

Sementara itu, faktor ketiga, sensitivitas reagen dapat berbeda terutama bagi pasien yang nilai CQ/CTnya sudah mendekati 40. Dalam konteks ini, BIN mengaku menggunakan reagen Perkin Elmer dari Amerika, A-Star Fortitude dari Singapura, dan Wuhan Easy Diag dari Cina.

Menurut Wawan, jenis reagen itu memiliki standar dan sensitivitas lebih tinggi terhadap strain COVID-19 dibandingkan merek lain seperti Genolution dari Korea atau Liferiver dari Cina.

4. Gold Standar

Wawan menjamin kondisi peralatan, metode, dan test kit yang digunakan BIN adalah gold standard dalam pengujian sampel COVID-19. Kasus false positive dan false negative sendiri telah banyak dilaporkan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, China, dan Swedia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya