KPK Bisa Usut Keterlibatan Politikus Lain Terkait Kasus Djoko Tjandra
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menegaskan, lembaganya akan memantau kasus yang menjerat terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) PT Bank Bali, Djoko Tjandra. Jika nantinya dalam proses pemantauan ditemukan adanya dugaan keterlibatan pihak lain namun tidak diusut, KPK bisa langsung mengusutnya.
Hal ini diungkapkan Nawawi terkait pernyataan Komisi Kejaksaan (Komjak) yang berharap kolaborasi penegak hukum, yakni Kejaksaan, Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi harus mampu menjerat oknum politikus yang diduga terlibat mafia hukum kasus Djoko Tjandra.
Hal ini didasarkan pada sangkaan kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari atas dugaan suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat.
"Jika ada nama-nama lain yang didukung oleh bukti-bukti yang ada, memiliki keterlibatan dengan perkara-perkara yang dimaksud, baik perkara Djoko Tjandra maupun PSM (Pinangki Sirna Malasari), tapi tidak ditindaklanjuti, maka KPK berdasarkan Pasal 10A ayat (2) huruf a dapat langsung menangani sendiri pihak-pihak yang disebut terlibat, terpisah dari perkara yang sebelumnya disupervisi," kata Nawawi kepada wartawan, Rabu, 23 September 2020.
Baca juga: Jaksa Pinangki Didakwa Terima Suap US$500 Ribu dari Djoko Tjandra
Dalam kaitan dengan dugaan pemufakatan jahat, Komjak menekankan, pemberantasan praktik mafia hukum yang melibatkan lintas profesi seperti oknum penegak hukum, oknum penasihat hukum, oknum pengusaha, dan oknum politikus diharapkan dapat diungkap tuntas melalui kerja sama penegak hukum, baik Polri, Kejaksaan, dan KPK.
"Publik tidak mempersoalkan koordinasi dan supervisi. Tetapi publik mengharapkan para bandit penjahat ini ditindak," kata Ketua Komjak Barita Simanjuntak.
Barita mengatakan, berdasarkan ekspos yang dilakukan Komjak pertama kali, terkuak bahwa jaksa Pinangki yang tidak berperan sebagai penyidik jaksa dan tidak memiliki kewenangan eksekusi justru menjadi salah satu sosok sentral kasus ini.
"Kemudian muncul oknum penasihat hukum Anita Kolopaking serta Andi Irfan Jaya, pengusaha sekaligus mantan politisi NasDem yang tak lain adalah Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Nasdem Sulawesi Selatan. Ini sudah kelihatan benang merahnya bahwa diduga ada mafia sindikat atau industri hukum yang bermain di sini," kata Barita.
Untuk itu, menurut Barita, penegak hukum harus mendalami seluruh pihak yang terlibat termasuk informasi dugaan adanya politikus yang menjadi bagian dalam kasus ini sebagai penegakan asas equality before the law dan due process of the law.
Komisi Kejaksaan meyakini penyidikan kasus itu belum selesai karena masih dapat didalami dari keterangan Djoko dan Andi Irfan yang juga dijerat pasal pemufakatan jahat.
Pada kesempatan lain, peneliti ICW Kurnia Ramadhana meragukan kelengkapan berkas Kejaksaan Agung ketika melimpahkan perkara yang melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Setidaknya, kata dia, hal yang terlihat hilang dalam penanganan perkara tersebut.
"Pertama, jaksa penuntut umum tidak menjelaskan, apa yang disampaikan atau dilakukan oleh Pinangki Sirna Malasari ketika bertemu dengan Djoko S Tjandra, sehingga membuat buronan kasus korupsi itu dapat percaya terhadap jaksa tersebut," kata Kurnia.
Hal ini penting, kata dia, sebab secara kasat mata, tidak mungkin seorang buronan kelas kakap seperti Djoko S Tjandra dapat menaruh kepercayaan tinggi kepada Pinangki. Terlebih yang bersangkutan juga tidak memiliki jabatan penting di Kejaksaan Agung.
Jaksa penuntut umum juga belum menjelaskan, apa-apa saja langkah yang sudah dilakukan oleh Pinangki dalam rangka menyukseskan action plan. Yang tidak kalah penting, dakwaan juga belum mengulas siapa jaringan langsung Pinangki atau Anita di lembaga hukum.
"Pinangki bertindak sendiri atau ada jaksa lain yang membantu? Sebab, untuk memperoleh fatwa tersebut ada banyak hal yang mesti dilakukan, selain kajian secara hukum, pasti dibutuhkan sosialisasi agar nantinya MA yakin saat mengeluarkan fatwa," ujarnya.
Di luar itu, ICW mempertanyakan kepada Kejaksaan Agung, apakah proses pelimpahan perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dilakukan atas koordinasi terlebih dahulu kepada KPK Sebab, kata dia, KPK secara kelembagaan telah menerbitkan surat perintah supervisi pada awal September lalu.
Sementara itu, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mempercayakan kepada KPK atas laporannya terkait kasus Djoko Tjandra. Dia juga berharap KPK bisa turut mengusut politikus lain selain Andi Irfan.