Jaksa Pinangki Keberatan Didakwa Terima Suap dari Djoko Tjandra
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Pembinaan, Pinangki Sirna Malasari keberatan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pinangki keberatan didakwa terima uang sebesar 500 ribu Dollar Amerika Serikat (AS) dari Djoko Tjandra.
Baca: Jaksa Pinangki Didakwa Terima Suap US$500 Ribu dari Djoko Tjandra
Melalui tim penasihat hukum, Aldres Napitupulu menyatakan, Pinangki akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan JPU. Tim penasihat hukum lantas minta waktu satu minggu untuk menyusun surat eksepsi tersebut.
"Mohon waktu satu minggu untuk mengajukan keberatan terdakwa," kata Aldres di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 23 September 2020.
Aldres menuturkan, dalam dakwaan kesatu, kliennya dituding menerima janji sejumlah uang dari Djoko Tjandra. Namun, pada dakwaan ketiga disebut bermufakat jahat untuk memberikan uang kepada pihak lain dengan jumlah yang sama.
"Ini menurut kami cukup aneh, ketika terdakwa dituduh sebagai penerima, tapi dituduh juga sebagai pemberi. Itu yang akan menjadi salah satu point keberatan kami," kata Aldres.
Diketahui, dalam dakwaan JPU, Pinangki Sirna Malasari didakwa menerima uang senilai US$ 500 ribu dari US$1 juta yang dijanjikan oleh Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra selaku terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
"Telah menerima pemberian uang atau janji berupa uang sebesar US$500 ribu dari sebesar US$1 juta yang dijanjikan oleh Joko Soegiarto Tjandra sebagai pemberian fee dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata jaksa membacakan surat dakwaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 23 September 2020.
Dalam dakwaan, uang suap itu diterima Pinangki untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung (Kejagung) agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK (Peninjauan Kembali) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi. Sehingga, Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana.
Untuk mengurus itu semua, awalnya Pinangki bertemu dengan Anita Kolopaking yang disebut dengan jelas sebagai advokat.