Ridwan Kamil Insaf Mustahil Menangkan Kesehatan-Ekonomi Lawan COVID-19
- VIVAnews / Adi Suparman
VIVA – Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengaku insaf atau menyadari bahwa mustahil memenangkan sekaligus bidang kesehatan dan perekonomian dalam perjuangan melawan pandemi COVID-19. Memang harus ada salah satu yang diutamakan dan mengabaikan sementara yang lain.
Saat seperti inilah, katanya, kepemimpinan diuji dan harus mampu memutuskan mendahulukan ekonomi atau kesehatan. Kini di Indonesia masih berada di ruang abu-abu di antara ekonomi dan kesehatan.
“Kesimpulannya, kita tidak bisa memang memenangkan dua-duanya—ingin menang epidemiologi, ingin menang juga ekonomi. Pilihannya adalah menang kesehatan, ekonomi hancur; atau menang ekonomi, kesehatan hancur, atau berada di ruang abu-abu yang sedang kita orkestrakan, yaitu kadang-kadang ke kesehatan geser, kadang-kadang ke ekonomi," kata Ridwan dalam diskusi webinar nasional seri kedua KSDI bertema “Strategi Menurunkan COVID-19, Menaikkan Ekonomi”, Minggu, 20 September 2020.
Baca: Cerita Anies Kunjungi Kuburan Malam-malam
Ekonomi maupun kesehatan, menurut Ridwan, sama-sama hal yang penting. Maka kebijakan yang diambil bersifat dinamis yang terkadang lebih condong ke sektor kesehatan dan di lain waktu cenderung ke sektor ekonomi.
"Jangan dibilang bahwa ekonomi seolah-olah tidak penting. Jadi poinnya adalah setiap hari, kami ini harus memutuskan bandul geser ke kesehatan dulu, ekonomi kita kurangi; pada saat memungkinkan ekonomi, bandulnya bergeser. Itulah rutinitas para pengambil keputusan terkait yang disebut dengan gas-rem atau sebagainya," katanya.
Dia menegaskan, di Jawa Barat tidak pernah memberhentikan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Jawa Barat tetap melakukan pembatasan dan selalu dievaluasi setelah 14 hari.
Memang ada beberapa wilayah yang PSBB diterapkan begitu ketat dan ada juga yang dilonggarkan. Semua dilihat dari kondisi penyebaran COVID-19 suatu wilayah di Jawa Barat.
"Bedanya, karena wilayah kami ini tidak homogen seperti Jakarta, maka kita gunakan PSBM, berbasis mikro. Zona merah kita ketatkan, zona hijau kita longgarkan. Karena COVID-19 ini mengajarkan kita harus adil: yang sakit berat dosisnya berat, dan yang sakitnya ringan dosisnya juga ringan. Begitulah, kira-kira," ujarnya. (art)